contoh makalah kelembagaan

Posted by | Posted on 12.54


1  BAB 1
LATAR BELAKANG

A. Pendahuluan
Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, gerakan mahasiswa seringkali menjadi cikal bakal perjuangan nasional, seperti yang tampak dalam lembaran sejarah bangsa. Sejarah mencatat bahwa mahasiswa merupakan elemen yang tak terpisahkan dari perjalanan peradaban sebuah bangsa baik terkait dengan idealisme, kepeloporan, pemikiran kritis, konsistensi semangat perubahan, dan pergerakannya.
Tidak terkecuali Indonesia. Kemerdekaan bangsa Indonesia atas kolonialisme yang telah berlangsung hampir 4 abad lamanya, merupakan buah dari kerja keras para tokoh muda yang lahir dari komunitas kampus. Bung Karno, Bung Hatta, HOS Cokroaminoto, dll, adalah motor penggerak rakyat Indonesia dalam mencapai kemerdekaannya.
Gerakan mahasiswa seringkali menjadi cikal bakal perjuangan nasional, seperti yang tampak dalam lembaran sejarah bangsa. Dalam perjalanannya dari masa ke masa, bangsa ini telah mengenal beberapa dekade perjuangan mahasiswa.
B. Rumusan Masalah
- bagaimana peranan mahasiswa dalam kehidupan bernegara ?
- modal apakah yang dibutuhkan mahasiswa dalam pergerakannya
C. Tujuan Penulisan
            Dalam pembahasan makalah ini,perlu kita ketahui tujuan penulisan. Yaitu :
-          Mengetahui dan memahami peranan mahasiswa dalam menjalankan kehidupan Negara
-          Mengetahui dan memahami modal yang di butuhkan mahasiswa dalam melakasanakan pergerakan






BAB II
PEMBAHASAN

Kami mulai dengan kata mahasiswa. Mahasiswa dipilih sebagai pelaku karena memiliki potensi yang besar sebagai agen perubahan. Mahasiswa Kami definisikan di sini sebagai segmen pemuda yang tercerahkan karena memiliki kemampuan intelektual. Di sini kami tidak membicarakan mahasiswa sebagai orang yang faham teknologi, atau faham ilmu-ilmu sosial, namun saya mengartikan mahasiswa sebagai orang yang memiliki kemampuan logis dalam berfikir sehingga dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah.
Mahasiswa. Satu kata namun sarat akan makna Heroik dan Patriotisme. Satu kata yang menumbangkan ribuan kata tanpa makna dari manusia yang enggan peduli akan nasib rakyat dan bangsanya. Satu kata yang mengukir sejarah dengan pikir, keringat dan bahkan darahnya. Kemarin, hari ini dan esok, tetap saja mahasiswa adalah mahasiswa yaitu salah satu elemen bangsa yang bergerak dan memberontak berdasarkan dorongan Intelektual dan nurani yang suci akan bencinya terhadap ketidakadilan dan hak-hak rakyat yang terabaikan. .
Sejarah peradaban Indonesia telah bersaksi bahwa Pemuda dan dalam hal ini adalah Mahasiswa selalu menjadi pelopor perjuangan untuk bergerak memperoleh hak-hak bangsanya dan rakyatnya. Budi Oetomo (1908) merupakan organisasi modern yang dimotori oleh Pemuda kaum intelektual yang merasa resah melihat nasib bangsanya. Indonesische Vereeninging (1922) didirikan oleh salah satu tokoh proklamator yaitu Mohammad Hatta ketika ia dan beberapa rekan-rekan mahasiswa Indonesia lainnya kuliah di Rotterdam Belanda yang senantiasa melontarkan propaganda kemerdekaan Indonesia dan memiliki misi untuk menumbuhkan semangat dan kesadaran rakyat untuk merebut hak-hak mereka dari penindasan kolonialisme.
Kelompok-kelompok Studi Mahasiswa semakin gencar melakukan propaganda kemerdekaan Indonesia, setiap harinya gerakan mereka semakin radikal karena memang mendapatkan dukungan dari rakyat hingga puncaknya adalah timbulnya kesadaran untuk membuat gerakan yang sifatnya nasional hingga tercetuslah peristiwa bersejarah yaitu Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 melalui Kongres Pemuda II.
Momentum sumpah pemuda secara filosofis mengumandangkan semangat persatuan dan kesatuan seluruh elemen bangsa khususnya adalah pemuda sebagai motor penggerak perubahan pada masa itu. Momentum ini juga yang akhirnya meletup bagaikan bom waktu yang suatu saat siap meledak. Maka tercapailah salah satu cita-cita perjuangan kaum Intelektual ini yaitu setelah diproklamirkannya kemerdekaan Bangsa Indonesia pada  17 agustus 1945 dan lagi-lagi sejarah telah mencatat kiprah gemilang kaum Intelektual ini.
Pasca kemerdekaan bukan berarti Mahasiswa dapat “Pensiun” dari aktifitas pergerakannya, karena ternyata pergerakan demi pergerakan harus terus bergolak untuk terus menggagas kesejahteraan bagi bangsa dan Rakyat Indonesia dan pergerakan pun harus senantiasa bergulir untuk melawan rezim tirani Orde Baru yang sarat akan tindakan refresif dari rezim penguasa yang tak sedikit memakan korban nyawa dari mahasiswa. Mulai dari perlawanan mahasiswa yang anti modal asing ketika Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka berkunjung ke Indonesia pada Januari 1974 yang berujung pada demonstrasi mahasiswa dan penangkapan Aktivis mahasiswa oleh aparat. Dan peristiwa ini dikenal dengan peristiwa MALARI (Malapetaka Lima Belas Januari).
Tak hanya penangkapan dan sikap refresif yang dilakukan oleh rezim Tiran ini, tetapi juga pembekuan gerakan mahasiswa yang disebut dengan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) pada 1979. Tetapi mahasiswa tak mau diam dan menyerah dengan ketidakadilan ini dan mereka mulai bergerak tanpa lembaga-lembaga kampus namun melalui lembaga-lembaga ekstra kampus yang ternyata terbukti efektif. Yang akhirnya terjadi salah satu peristiwa besar dalam sejarah pergerakan mahasiswa yaitu tumbangnya rezim tiran orde baru yang ditandai lengsernya Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998. Dan secara jujur sejarah telah mengakui bahwa kaum muda intelektual memiliki posisi yang penting dalam mengusung perubahan bangsa dan menggagas nasib bangsa.
Semua hal tadi kini telah menjadi sejarah, tidak boleh dilupakan begitu saja namun adalah salah besar apabila mahasiswa terpaku dalam romantisme pergerakan di masa lalu tersebut. Setiap masa memiliki masalahnya tersendiri, namun pada hakikatnya pada setiap masa memiliki permasalahan utama yaitu adanya penyelewengan-penyelewengan terhadap hak-hak rakyat. Jika pada masa lalu pemuda berjuang untuk mengusir kolonialisme fisik maka hari ini mahasiswa sedang berjuang untuk melawan neo-kolonisme dan neo-imperiliasme baik yang datang dari luar maupun dari penjajah dalam negeri.
Indonesia saat ini sedang dipimpin oleh Pemerintah yang amat lemah dalam sistem pemerintahannya dan amat pengecut. Hal ini dapat dilihat dengan begitu mudahnya Indonesia diintervensi oleh asing. Mulai dari privatisasi sampai liberalisasi ekonomi yang berujung pada penjualan aset-aset strategis bangsa yang seharusnya dinikmati oleh rakyat. Dalam hal ini pemerintah telah melakukan tindakan inkonstitusional karena telah mengabaikan suatu nilai dalam UUD 1945 yaitu Pasal 33 yang menyatakan bahwa sumberdaya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara, namun pada kenyataannya sebagian besar Aset nasional dikuasai oleh asing. 90% produksi Migas dikuasai oleh 6 perusahaan Asing sepert Exxon Mobil (USA), Total (Perancis), Vico, Conoco Philips, BP dan Chevron (sumber: eramuslim).
Bisa jadi permasalahan hari ini lebih parah dibandingkan masa lalu, karena secara terang-terangan pemerintah memberikan perhatian khusus kepada pihak asing untuk dapat mengeksplor hasil kekayaan Indonesia dan lebih parahnya adalah rakyat tidak pernah mengetahui kebusukan ini dan selalu saja menjadi korban dari kebijakan pemerintah yang tak pernah bijak.
Saat ini kita hidup di masa ini dan di hari ini, namun ada yang harus kita persiapkan guna menuju hari esok. Tentu saja kita harus banyak mempelajari sejarah terdahulu. Pada hakikatnya pergerakan mahasiswa kemarin, hari ini dan esok berangkat dari letupan intelektual yang gelisah karena terus menerus dibohongi oleh tangan-tangan kotor asing dan perampok dalam negeri dan berangkat dari hati nurani yang tulus dan berani untuk mengatakan bahwa hitam adalah hitam dan putih adalah putih.
Sebagai bagian dari pemuda, mahasiswa juga memiliki karakter positif lainnya, antara lain idealis dan energik. Idealis berarti (seharusnya) mahasiswa masih belum terkotori oleh kepentingan pribadi, juga belum terbebani oleh beban sejarah atau beban posisi. Artinya mahasiswa masih bebas menempatkan diri pada posisi yang dia anggap terbaik, tanpa adanya resistansi yang terlalu besar. pemuda biasanya siap sedia melakukan 'kewajiban' yang dibebankan oleh suatu ideologi manakala dia telah meyakini akan kebenaran ideologi itu. Sebagai contoh adalah para shahabat yang bahkan siap meninggalkan malam pertamanya manakala mendengar perintah jihad.
Ketiga misi perguruan tinggi itu dinamakan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Setiap perguruan tinggi mengembang tugas melaksanakan Tri Dharma ini tanpa berat sebelah. Inilah yang membedakan perguruan tinggi dengan sekolah. Dibangku sekolah cukup di beri ”menu” pendidikan-pengajaran , di perguruan tinggi harus dilengkapi dengan penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Sekolah cukup bertugas meluluskan siswa-siswanya, sedangkan di perguruan tinggi  tidak sekedar mencetak sarjana. Namun juga harus mengembangkan ilmu pengetahuan melalui penelitian dan bertanggung jawab membangun  dan mengembangkan masyarakat.   
Kalau alam perguruan tinggi terbelenggu pada rutinitas perkuliahan, lantas apa bedanya denga sekolah?  Kalau demikian halnya, maka perguruan tinggi tak ubahnya dengan sebuah “SD Besar”, karena daya tampung biaya penyelenggaraan serta muridnya sudah lebih besar.

Tugas perguruan tinggi itu jauh  lebih berat dari sekedar melaksanakan pendidikan-pengajaran. Perguruan tinggi mesti syarat dengan kegiatan dan hasil penelitian, serta, melaksanakan pengabdian pada masyarakat atas dasar hasil penelitian itu. Dalam dharma pendidikan pun mahasiswa mesti dikenalkan dengan budaya akademik, dalam bentuk forum-forum ilmiah. Misalnya selama menjadi mahasiswa minimal sudah terlibat aktif dalam sekian kali seminar, sekian kali diskusi panel  dan lain sebagainya. Mereka juga harus pernah melakukan penelitian, baik kolektif maupun sendiri. Dan tentunya juga pernah melakukan pengabdian pada masyarakat minimal pada saat KKN.

Hal-hal semacam itu meski tidak di wajibkan semestinya mahasiswa merasa berkewajiban. Karena jika mereka tidak merasa terpanggil untuk melakukannya, sebenarnya mereka sendirilah yang rugi. Berarti ada dunia yang mereka tidak jelajahi. Padahal dunia itu adalah dunia yang ikut ambil bagian dalam membentuk dirinya menuju kesempurnaan diri sebagai akademisi.
Mayoritas mahasiswa jika ditilik dari latar belakang keluaragnya hingga saat ini, adalah generasi pertama yang mengenyam pendidikan tinggi. Artinya orang tua mereka sebagian besar belumpernah merasakan, duduk di bangku kuliah bahkan mungkin masih ada dari keluarga yang buta huruf. Latar belakang status seperti ini  bisa merangsang tumbuhnya kesadaran kelas bagi sementara mahasiswa. Yang terkena rangsang umumnya yang memiliki tingkat kecerdasan di atas rata-rata mahasiswa. Tapi juga ada yang justeru karena ketidakmampuannya untuk berpresrasi dalam studi; sehingga rangsangan tumbuhnya kesadaran kelas yang di maksudkan sebagai tempat berkompotensi. Mereka ini melakukan “mobilisasi diri"   untuk menggugat status yang diwarisi dari keluarganya itu yang pada giliran berikutnya ingin membuat “lompatan status”. Dengan demikian, mahasiswa ini merasa terpanggil sekaligus memiliki beban status atas nama dirinya sendiri dan keluarganya. Keluarga merupakan “group of reference : yang paling domonan, nilai-nilai yang dijunjung oleh keluarga sebagai “frame of reference” dalam rangka membuat lompatan status. Karena itu jika kebetulan dari keluarga agamis, maka juga akan giat organisasi keagamaan. Kalau anak pamong desa akan memilih jurusan yang bisa jadi batu loncatan jadi pejabat di atas pamong. Kalau kebetulan anak tengkulak maka ia ingin menjadi seorang ekonom kelak. Inilah yang kita sebut mahasiswa gaya unjuk diri.

Berbeda dengan mahasiswa utun, mahasiswa unjuk diri ini kurang atau tidak hanya mencurahkan perhatiannya pada studi. Mereka beranggapan bahwa untuk memperoleh pembenaran diri, bahwa dia telah melakukan lompatan status, tidak cukup lewat studi. Tapi harus melibatkan diri berperan dalam kawasan kegiatan yang lebih luas tidak sekedar berkuliah, baik dari luar maupun terutama di dalam kampus.

Mahasiswa unjuk diri selalu didera oleh keinginan untuk menonjol, jadi pusat perhatian, ingin diperhitungkan. Untuk forum-forum yang serius, organisasi kemahasiswaan, baik intra maupun ekstra universitas menjadi ajang unjuk diri mereka. Doktor Sarlito Wirawan mengatagorikan gaya ini sebagai gaya mahasiswa aktivis. Saya sengaja tidak menyebutkan begitu, karena hemat saya sebutan seperti itu terlalu membebani. Dulu dari mahasiswa yang bergaya ini memang muncul menjadi tokoh caliber nasional, tapi untuk saat sekarang tampaknya semakin tidak mungkin, karena system pembinaan mahasiswa yang kurang memberi keluasaan mahasiswa bisa terlibat forum-forum nasional.
Peran kepemimpinan yang dibawa oleh mahasiswa itu tidak terlepas dari sebutan mereka sebagai “kaum intelektual muda”. Sementara sebutan kaum intelektual diberikan kepada kalangan yang telah mapan dalam sektor-sektor kemasyarakatan. Tarulah mereka yang berada di lembaga-lembaga ilmiah, pers, budayawan/seniman maupun yang sama sekali sendirian. Kalau kita lihat, mereka mempunyai derajat keterikatan yang lebih mengikat dibanding dengan mahasiswa. Apakah dalam bentuk keterikatan birokratis, finansial maupun ideologi.
Mahasiswa, yang berada dalam posisi proses belajar dimana belum memiliki norma-norma ilmiah yang seutuhnya, sehingga dalam posisi ini mereka relatif tidak mempunyai keterikatan yang ketat. Di sisi lain, mereka selalu diajarkan hal-hal yang seharusnya (das Sollen) seperti obyektifitas, deomokrasi, effisiensi, efektifitas dan seterusnya. Dengan kondisi yang sedemikian menempatkan mahasiswa dalam peran dan posisi yang relatif bebas dan sikap-sikap yang spontan. Bila hal ini dapat kita terima, maka agaknya dapat disimpulkan bahwa intektual sejati hanya mungkin dimiliki oleh mahasiswa atau mereka yangmempunyai derajat independensi dan spontanitas yang memadai.
Dengan kaca mata ini semakin istimewalah peran serta posisi mahasiswa, sekaligus semakin berat yang harus dipikulnya. Didalam proses-proses yang berlangsung tak kurang sulit serta kompleksnya, sehingga di dalam mekanisme  yang terjadi perlu suatu permainan dalam dinamika intern mahasiswa. Aturan permainan ini, dimaksudkan untuk mengatur lalu-lintas berpikir  dan bertindak dalam proses-proses kemahasiswaan. Untuk mudahnya aturan permainan ini kita sebut dengan Demokrasi, sebagai istilah seperti halnya konsensus dalam bernegara serta berbangsa di republik ini.
Padahal, dalam berbagai lintasan sejarah, dapat disimpulkan bahwa ada dua model umum bagi kaum muda dalam menyampaikan kritiknya. Pertama, Melalui gerakan aksi turun ke jalan. Bentuk gerakan ini, mulai dari demonstrasi, mimbar bebas, sampai pada aksi berbaris massal mendatangi sejumlah intansi yang diperkirakan dapat menyelesaikan persolan yang dikeluhkan oleh kaum pelajar. kritik-kritik dalam bingkai aksi turun kejalan sudah terasa mandul, sehingga perlu ada gerakan-gerakan di luar itu guna menyuarakan aspirasi masyarakat. Nyatanya, tradisi turun ke jalan kerapkali menjadi pemandangan yang sering kita jumpai di berbadai media, baik media elektronik maupun cetak. Alih-alih rasa perjuangan tanpa pamrih, kesadaran kolektifitas, tetesan darah dan air mata pun menajdi melekat di jiwa generasi bangsa.
Kedua, Gerakan Intelektual. Gerakan ini biasanya dilakukan oleh generasi muda melaui berbagai kajian, diskusi, talk sow, seminar sehari, dan pertemuan ilmiah, baik di dalam maupun luar kampus. Namun, kegiatan itu, dinilai oleh sebagian mahasiswa merupakan gerakan lamban dan tak begitu membuahkan hasil yang memuaskan.
Aksi protes mahasiswa sebetulnya tak perlu ditakuti, kalau pemerintah merasa takut terhadap aksi protes mahasiswa tegakanlah keadilan, berantas korupsi, kembalikan hak rakyat, ciptakan pemerataan, hilangkan kebiasaaan kongkalingkong dengan penguas dan jalankan demokrasi yang benar. Aksi mahasiswa tak bisa diredam dengan undang-undang, tindakan persuasif maupun refresif. Selama masih ada ketidak adilan, korupsi, penindasan hak asasi, otoriterian, aksi protes dari mahasiswa maupun rakyat akan selalu bermuncul kendati dalam bentuk yang berbeda-beda.
Terakhir ada dua kata kunci yang perlu diingat dalam melakukan perubahan ini, yang pertama adalah pembinaan (perkaderan) sehingga akan memberikan pemahaman dan motivasi yang langgeng. Dan yang kedua adalah kerja keras dengan beramal, karena Allah hanya menilai amal dan usaha kita bukan hasil dari usaha kita.
Modal dan strategi dasar yang harus dimiliki mahasiswa yang merasa menjadi aktifis pergerakan Kami gambarkan di bawah.
  • Jaga prestasi akademik, tugas utama mahasiswa adalah belajar, karena kedudukan di kampus membawa implikasi bahwa mahasiswa adalah seorang akademisi, pemikir, bergerak secara logis dan terukur. Kualitas intelektual kita terukur lewat nilai-nilai dari mata kuliah yang kita ikuti. Ingat bahwa teriakan berantas kebodohan, menggelikan ketika keluar dari mulut mahasiswa bodoh!
  • Madzab, pemikiran dan strategi pergerakan mahasiswa juga harus dikuasai. Ini bisa dilakukan dengan banyak membaca sejarah pergerakan mahasiswa di berbagai negara lain, membaca biografi tokoh pergerakan mahasiswa dimanapun berada, dan tentu saja yang sangat urgent adalah sejarah dan benang merah pergerakan mahasiswa di Indonesia. Jangan sampai mahasiswa mengulang kesalahan yang dilakukan mahasiswa di era sebelumnya.
  • Benih-benih entrepreneurship harus dipupuk sejak masa mahasiswa. Mahasiswa harus berusaha mengatasi masalah finansial, karena kita harus memberikan teladan dan success story kepada masyarakat berhubungan dengan kemandirian finansial. Ingat, mahasiswa pemalas yang tidak bebas dari penyakit finansial, absurd ketika berteriak bebaskan rakyat dari kemiskinan. Kemandirian organisasi dan personelnya dari “sumbangan” pihak lain yang punya kepentingan, membuat independensi organisasi mahasiswa terjaga. Membuat teriakan kita tetap lantang kepada siapapun tanpa pandang bulu.
  • Konsistensi perdjoeangan adalah kekuatan karakter aktifis mahasiswa. Pahami hakekat dari kritik-kritik yang kita lakukan. Logikanya mahasiswa koruptor jam kuliah, tidak pantas berteriak anti-korupsi. Think globally, but act locally.
  • Public speaking dan leadership, faktor penting dalam mempengaruhi orang, karena tidak mungkin mahasiswa dengan leadership dan public speaking yang buruk mengkritik kepemimpinan nasional
  • Opini lewat tulisan adalah faktor penting dalam teknik mempengaruhi ala mahasiswa. Kualitas pikir seseorang diukur dari kualitas tulisan yang dihasilkan. Pergerakan mahasiswa tak akan lepas dari masalah intelektualitas, daya pikir, daya kreatif dan perilaku berbasis otak yang lain.
Berikut ini adalah sejarah singkat perjalaan pergerakan kemahasiswaan yang kami kategorikan tiga zaman pergerakan, yaitu :

Pergerakan tahun 1966
Pergerakan mahasiswa ditandai dengan pembentukan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) tanggal 25 Oktober 1966 yang merupakan hasil kesepakatan sejumlah organisasi yang berhasil dipertemukan oleh Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pendidikan (PTIP) Mayjen dr. Syarief Thayeb, yakni HMI,PMII,Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Sekretariat Bersama Organisasi-organisasi Lokal (SOMAL), Mahasiswa Pancasila (Mapancas), dan Ikatan Pers Mahasiswa (IPMI). Tujuan pendiriannya, terutama agar para aktivis mahasiswa dalam melancarkan perlawanan terhadap PKI menjadi lebih terkoordinasi dan memiliki kepemimpinan. Munculnya KAMI diikuti berbagai aksi lainnya, seperti Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI), dan lain-lain.
Pada tahun ini, pemuda dan mahasiswa Indonesia banyak terlibat dalam perjuangan yang ikut mendirikan "Orde Baru" . Gerakan ini dikenal dengan istilah Angkatan '66, yang menjadi awal kebangkitan gerakan mahasiswa secara nasional, sementara sebelumnya gerakan-gerakan mahasiswa masih bersifat kedaerahan. Tokoh-tokoh mahasiswa saat itu adalah mereka yang kemudian berada pada lingkar kekuasaan Orde Baru, di antaranya Akbar Tanjung, Cosmas Batubara, Sofyan Wanandi, Yusuf Wanandi, dll. Angkatan '66 mengangkat isu Komunis sebagai bahaya laten negara. Gerakan ini berhasil membangun kepercayaan masyarakat untuk mendukung mahasiswa menentang Komunis yang ditukangi oleh PKI(Partai Komunis Indonesia). Setelah Orde Lama berakhir, aktivis Angkatan '66 pun mendapat hadiah yaitu dengan banyak yang duduk di kursi DPR/MPR serta diangkat dalam kabibet pemerintahan Orde Baru. Di masa ini ada salah satu tokoh

Pergerakan tahun 1990an
Isu yang diangkat pada era gerakan ini sudah mengkerucut yaitu penolakan peberlakuan terhadap NKK/ BKK ( Normalisasi Kehidupan Kampus) Yang membentuk Dewan Mahasiswa / DM dan Badan Eksekutif Mahasiswa BEM Pemberlakuan NKK/BKK Mengubah pormat organisasi Mahsiswa seperti ini menjadikan de4ngan melarang Mahasiswa terjun kedalam Politik Praktis yaitu dengan SK mentri pendidikan dan kebudayaan No 04 57/0/1990 tentang pola pembinaan Edan perkembangan Mahasiswa pada tingkat Perguruan Tinggi Bernama SMPT ( Senat Mahaswa Perguruan Tinggi ).
Organisasi kemahasiswaan seperti ini menjadiakan aktivitas Mahasiswa dalam posisi mundur karena pihak rektorat yang nota banenya panjang perpanjangan pemerintah lebih leluasa dan dilegalkan untuk mencekal aktivis Mahasiswa yang berbuat OVER bahkan tidak segan segan untuk mendokrin Mahasiswa hanya dituntuk kuliah dan kuliah tok.
Dikampus intel intel perkeliaran pergerakan mahasiswa dimatai matai maka jangan heran jika misalnya hari ini menyusun tragedy Demo,besoknya Aparat sudah siap siaga karena banyak intel berkedok mahasiswa.
Pemerintah Orde Baru pun mengembangkan opini adanya pergerakan sekelompok orang yang berkeliaran dimasyarakat dan Mahasiswa dengan sebutan OTB ( Organisasi Tampa Bentuk ) Masyarakat pun termakan dengan opini adanya pergerakan sekelompok orang ini identik dengan Gerakan Komonis.
yang sangat idealis, yang sampai sekarang menjadi panutan bagi mahasiswa-mahasiswa yang idealis setelah masanya,dia adalah seorang aktivis yang tidak peduli mau dimusuhi atau didekati yang penting pandangan idealisnya tercurahkan untuk bangsa ini,dia adealah Soe Hok Gie.
Pergerakan tahun 1998
Gerakan 1998 menuntut reformasi dan dihapuskannya "KKN" (korupsi, kolusi dan nepotisme) pada 1997-1998, lewat pendudukan gedung DPR/MPR oleh ribuan mahasiswa, akhirnya memaksa Presiden Soeharto melepaskan jabatannya. Berbagai tindakan represif yang menewaskan aktivis mahasiswa dilakukan pemerintah untuk meredam gerakan ini di antaranya: Peristiwa Cimanggis, Peristiwa Gejayan, Tragedi_Trisakti, Tragedi Semanggi I, Tragedi Lampung. Gerakan ini terus berlanjut hingga pemilu 1999.
Gerakan mahasiswa Indonesia 1998 adalah puncak gerakan mahasiswa tahun sembilan puluhan yang ditandai tumbangnya Orde Baru dengan lengsernya Soeharto dari kursi kepresidenan, pada tanggal 21 Mei 1998. Berbagai kesatuan aksi diberbagai daerah muncul untuk menentang rezim Suharto.
Di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Solo, Bali, Malang, Surabaya, Medan, Aceh, dan lain-lain lahir puluhan kesatuan aksi yang konsisten menentang kebijakan dan keberadaan rezim Suharto. Gerakan yang menuntut reformasi dan dihapuskannya "KKN" (korupsi, kolusi dan nepotisme) pada 1997-1998 ini, harus berhadapan dengan berbagai tindakan represif yang menewaskan 4 aktivis mahasiswa Trisakti. Peristiwa Gejayan, Tragedi Trisakti, Tragedi Semanggi I dan II , Tragedi Lampung adalah bukti lainnya upaya represif Suharto untuk meredam gerakan ini.
Setelah bergulirnya reformasi pada tahun 1998, pergerakan mahasiswa dihadapkan pada pluralitas gerakan yang sangat tinggi. Mahasiswa pada saat ini memilikigaris perjuangan dan agenda yang berbeda dengan mahasiswa lainnya.

Pergerakan mahasiswa di tahun 2008 ditandai dengan dinamika yang jauh berbeda dengan masa-masa sebelumnya. Masa ini ditandai dengan tantangan yang kompleks, baik dari sisi internal maupun eksternal. Selain itu, munculnya berbagai macam kepentingan mahasiswa ikut mewarnai dinamika sejarah pergerakan mahasiswa di Indonesia.
Periode 10 tahun pasca reformasi 1998 ternyata kondisi bangsa Indonesia masih saja stagnan rakyat miskin masih ada dimana-mana, harga bahan pokok semakin melambung naik, kesehatan semakin tidak diperhatikan dengan banyaknya pemilik askeskin yang tidak diterima oleh rumah sakit, penyakit bermacam-macam muncul, kualitas pendidikan nasional semakin menurun padahal biaya pendidikan semakin mahal, dan masih banyak hal lain yang jika disebutkan dalam tulisan ini tidak akan muat. Mahasiswa yang notabenenya adalah agen perubah sudah sepatutnya melakukan perubahan untuk kemajuan bangsa dengan hal yang konstruktif dan solutif untuk mengatasi semua permasalahan bangsa tersebut.











BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
Dilihat dari dinamika pasang surut dunia kemahasiswaan dengan beberapa proses pewarnaan setiap zaman menandakan terjadinya beberapa pergolakan di setiap zaman. Kami menyimpulkan secara keseluruhan kondisi lembaga mahasiswa saat ini yaitu :
Ø  Strengths (S)
  1. Lembaga mahasiswa yang masih aktif dalam berbagai bentuk kegiatan internal/eksternal.
  2. Mempunyai jenjang pengkaderan yang terstruktur.
  3. Kualitas dan kuantitas mahasiswa yang cenderung stabil.
  4. Kader lembaga mampu bersaing pada wilayah akademik (potensi kecerdasan).
  5. Lembaga kemahasiswaan mampu meretas multikulturalisme.
  6. Tanggung jawab dan loyalitas anggota.
Ø  Weakness (W)
  1. Hubungan lembaga dengan birokrat kurang harmonis.
  2. Lemahnya manajerial organisasi.
  3. Bentuk pengkaderan cenderung formal dan kaku.
  4. Lemahnya kesadaran pengurus tentang job description.
  5. Kurangnya loyalitas pengurus terhadap tanggung jawab yang diembannya.
  6. Adanya sekat-sekat angkatan dan kelompok yang ada (memisahkan antara struktur dan kultur).
  7. Kreatifitas metodologi pengkaderan yang kurang.
  8. Program kerja yang tidak optimal dilaksanakan, serta lemahnya kontrol pengurus terhadap program kerja itu sendiri.
  9. Kesalahan persepsi akan pengkaderan yang hanya ditujukan untuk mahasiswa baru.
  10. Lembaga mengalami krisis kader sebagai figur.
  11. Terbentuknya pemahaman bahwa lembaga kemahasiswaan adalah penghambat akademik.
  12. Follow up dari setiap jenjang pengkaderan yang tidak jelas.
  13. Lemahnya manajemen konflik antar kader dan lembaga.
  14. Kurangnya komunikasi internal kelembagaan.
  15. Lembaga kurang aspiratif terhadap kebutuhan anggota.
Ø  Opportunities (O)
  1. Kecenderungan dunia kerja yang membutuhkan pengalaman organisasi.
  2. Dukungan dan hubungan kekeluargaan dengan sesama serta alumni yang terjalin baik dapat membuka akses peluang kerja ke depan.
Ø  Threats (T)
  1. Birokrasi kampus cenderung menjadi penekan kreativitas lembaga kemahasiswaan, sehingga terbentuk image yang identik dengan musuh lembaga.
  2. Adanya intervensi eksternal terhadap kegiatan kelembagaan.
  3. Kurangnya ruang lembaga kemahasiswaan dalam mengakses kebiljakan jurusan maupun fakultas.
  4. Citra lembaga yang kurang baik dimata orang tua, masyarakat, serta lingkungan akademik.
  5. Sistem akademik (kurikulum) yang semakin menekan waktu mahasiswa untuk aktif pada kekiatan lembaga kemahasiswaan.
  6. Pengaruh entertainment terhadap pola hidup mahasiswa saat ini (konstruk media yang lebih dominan dalam budaya mahasiswa).
  7. Lembaga kemahasiswaan yang sering terjebak pada wilayah politik praktis.

B. Saran
Ditengah arus tersebut, kader HIMAPEM UNHAS sebagai bagian pejuang demokratisasi di negeri ini sudah selayaknya menyadari bahwa profesionalisme merupakan tuntunan dalam kondisi kekinian dalam menjalankan proses globalisasi yang semakin menantang, sehingga pendalaman basic science dan basic social merupakan modal awal yang sangat dibutuhkan untuk dapat Berjaya di era yang penuh yang penuh warna berbeda untuk memajukan HIMAPEM  di masa yang akan datang.





Comments (0)

Posting Komentar