tugas juga

Posted by | Posted on 04.28

NAMA : ANDI ASWIRMAN
NIM : E12109003
MATAKULIAH : KEPEMIMPINAN DALAM PEMERINTAHAN
KEPEMIMPINAN PANCASILA
Kepemimpinan pancasila adalah kepemimpinan yang berdasarkan pada kebijakan dalam suatu permusyawaratan. kepemimpinan yang dapat melanjutkan perjuangan untuk mengisi kemerdakaan bangsa Indonesia dengan pembangunan yang makin meningkat dan bermutu. Untuk memunculkan pemimpin-pemimpin unggul Bangsa Indonesia, perlu diuji, dilatih, dibina , dicoba , didewasakan dan dikembangkan kepemimpinan nya. Pemuda-pemudi yang berwawasan jatidiri bangsa, cinta tanah air, patriotisme , pantang menyerah, berjiwa kejuangan Pancasila dan UUD 1945 serta watak kokoh kuat, perlu ditemukan, dan dipersiapkan. Pemuda-pemudi yang ber-Citra Indosensia, bercitra khas Ibu pertiwi.. Kepemimpinan Pancasila adalah kepemimpinan khas bangsa Indonesia. Ciri Kepemimpinan Pancasila adalah, Penilaian dan dalam pengabdiannya. Penilaian keberhasilan atau kegagalan kepemimpinan ini tidak dinilai didunia saja, tetapi juga dinilai di akherat. Maka moral kepemimpinan ini tidak hanya berhadapan dengan masyarakat didunia, akan tetapi berhadapan pula dengan Tuhan Yang Maha Esa di akherat.
SOSIAL BUDAYA
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward B. Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Perubahan sosial budaya dapat terjadi bila sebuah kebudayaan melakukan kontak dengan kebudayaan asing. Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat.
IMPLEMENTASI KEPMIMPINAN PANCASILA TERHADAP SOSIAL BUDAYA
Mencegah Disintegrasi Nasional.
Apabila pemahaman Pancasila sebagai ideologi negara tidak ditingkatkan dan tidak diimplementasikan, maka akan dapat terjadi fenomena sebagai berikut :
A. Pembuatan peraturan perundang-undangan tidak memperhatikan keterkaitannya dangan nilai dasar Pancasila, sehinga terjadi tari menarik antar pihak yang berkepentingan sesuai organisasinya, dan tidak lagi berorientasi kepada kepentingan bangsa dan negara.
B. Masuknya subtansi budaya asing yang tidak sesuai dengan budaya bangsa kedalam berbagai aturan atau perundang-undangan nasional, tanpa memperhatikan nilai-nilai dasar Pancasila
C. Kendornya nilai-nilai kekeluargaan, semangat gotong royong, tenggang rasa, norma susila, kesopanan dan adat istiadat bangsa..
D. Munculnya sikap primordialisme, dimana sikap ini berwawasan sempit dan isolatif serta hanya mengutamakan kepentingan asal usul kelompoknya saja, seperti dinasti, ras, suku, golongan, daerah dan agama, yang sangat bertentangan dengan Pancasila.
Semua hal-hal tersebut diatas akan dapat mengurangi ketangguhan bangsa Indonesia dalam membangun masyarakat. Bangsa dan negara sesehingga dapat memecah belah keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Siapapun yang menjadi pemimpin pada saat ini pasti akan menghadapi atau menerima situasi yang sangat sulit dalam menata bangsa ini. Sudah menjadi kewajiban semua komponen bangsa ini untuk membantu para pemimpin bangsa ini dengan melakukan upaya politik tentang Pancasila.
Pembangunan politik, keamanan, ekonomi, sosial, budaya, dan beragama harus didasarkan pada pemahaman terhadap Pancasila sesuai dengan situasi yang sedang berjalan. Rezim dalam suatu orde yang sedang berkuasa, cenderung menganggap tidak baik, menyingkirkan, bahkan menghancurkan apa saja yang berbau orde sebelumnya. Kini, mulai ada yang mempertanyakan Pancasila sebagai dasar sistem kenegaraan setelah Indonesia dalam kondisi terpuruk sekarang ini. Sementara itu proses implementasi Pancasila sekarang ini belum tergarap serius dan terumuskan secara konseptual.
Sebenarnya, dalam hal sikap konsistennya terhadap falsafah bangsa dan ideologi negara, pemerintahan Soekarno dan pemerintahan Soeharto memiliki kemiripan. Pancasila adalah pilihan satu-satunya yang dianggap ideal. Bedanya, dalam pemerintahan Soekarno yang diperingati tiap 1 Juni adalah hari kelahirannya. Dalam pemerintahan Soeharto yang diperingati adalah hari kesaktiannya, tiap 1 Oktober. Keduanya merupakan manifestasi sikap konsisten tersebut.
Proses implementasi dalam kedua masa orde tersebut memiliki kemiripan. Dalam era dua pemerintahan itu telah lahir kader-kader bangsa yang meyakini peran Pancasila sebagai bingkai kebangsaan dan perekat identitas nasional lewat proses pendidikan dan pelatihan. Proses inilah yang kemudian dianggap indoktrinatif dan sloganistik oleh generasi penerusnya.
Jika demikian persoalannya, bukan sistem kenegaraan yang berdasarkan Pancasila yang harus diganti, tetapi proses yang dianggap indoktrinatif dan sloganistik itu yang harus dibenahi. Namun, harus diingat, proses implementasi dan pensosialisasian suatu falsafah bangsa dan ideologi negara tidak sama sebangun dengan proses pembelajaran mata pelajaran di sekolah, dan tidak cukup hanya lewat proses pendidikan formal. Falsafah bangsa dan ideologi negara juga harus dipahami dalam konteks kebangsaan. Itu berarti Pancasila sebagai dasar sistem kenegaraan, harus dipahami perannya sebagai bingkai pluralitas dan modal utama integrasi nasional. Pemahaman ini harus ikut mewarnai proses implementasi dan pensosialisasian yang diterapkan.
Bukan mustahil berkat pemahaman seperti itulah pemerintah Soekarno maupun pemerintah Soeharto menerapkan cara-cara yang mirip, suatu cara yang kemudian dianggap indoktrinatif dan sloganistik. Tidak selalu rezim yang tergulingkan, semuanya selalu jelek dan harus disingkirkan. Tidakkah harus disingkap problem yang ada, masalah kulit luar atau persoalan isi, soal prinsip atau masalah teknis. Tidak semua cacat dan borok pemerintahan terdahulu hanya akibat proses implementasi dan pensosialisasian Pancasila yang mereka terapkan.
Perumusan cara implementasi dan pensosialisasian yang akan diterapkan terasa sangat mendesak sekarang ini. Pancasila harus menjadi bingkai kebangsaan dan perekat identitas nasional sebagai daya ketahanan kita dalam era global. Tanpa ketahanan kokoh, bangsa Indonesia bukan hanya tidak mampu bersaing, tetapi juga terlempar dari percaturan global.
Di dalam negeri tantangannya juga tidak kalah besar. Kecenderungan warga bangsa ini yang menatap persoalan lewat kacamata sempit, kacamata kedaerahan atau agama sendiri, misalnya, merupakan kendala segera terwujudnya Pancasila sebagai bingkai kebangsaan dan perekat identitas nasional. Guna merumuskan proses implementasi falsafah bangsa dan ideologi negara, kita bisa belajar dari para pendahulu kita. Yang baik dikembangkan, yang buruk ditinggalkan. Kehadiran rumusan itu sudah sangat mendesak. Beberapa hal yang penting diperhatikan didalam upaya implementasi Pancasila adalah, sebagai berikut:
1. Meningkatkan kewaspadaan terhadap bahaya laten.
Di era reformasi, masyarakat cenderung kurang peka dan peduli terhadap ancaman ideologi bangsa, karena mereka lebih mementingkan kebutuhan ekonomi dan mengatasi kesulitan hidup sehari-hari. Selain itu, berkembang kecendrungan menafsirkan reformasi, dengan segala macam dapat diperbolehkan, termasuk yang ekstrim mengembangkan ideologi liberal dan komunis dianggap sah-sah saja. Kondisi seperti ini perlu mendapatkan penegasan aparatur pemerintah, karena bila hal tersebut berkembang, maka kewaspadaan masyarakat terhadap ancaman ideologi liberal dan ideologi komunis serta ideologi lain yang bertentangan dengan Pancasila akan menurun. Oleh karena itu, perlu langkah-langkah strategi dengan induksi yudikatif, sosialisme untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan ancaman Pancasila dan bahaya laten komunis.
2. Merumuskan Kebijaksanaan Pemerintah tentang implementasi Pancasila.
Seminar Nasional HUT Lemhanas tahun 2003, telah menyepakati bahwa kita perlu mereformasi kepemimpinan (leadership) dan meningkatkan wawasan kebangsaan untuk mengatasi permasalahan bangsa. Kelemahan sistem nilai inilah yang menyebabkan lemahnya kondisi antar lembaga instansi dan ORMAS/ORPOL dalam upaya memasyarakatkan dan menanamkan ideologi Pancasila di masyarakat. Oleh karenanya diperlukan kebijakan dari instansi yang berwenang, sehingga dapat mendorong upaya sosialisasi Pancasila di bidang pendidikan dan gerakan untuk menyadarkan masyarakat tentang pentingnya ideologi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa serta bernegara.
Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara tidak perlu dipersoalkan, sedangkan yang harus menjadi ijtihad politik hanya sebatas pada upaya mencari kesepakatan tentang paradigma yang akan digunakan untuk memahaminya. Pada masa Orde Lama, Bung Karno memahami Pancasila dengan USDEK dan pada masa Orde Baru, Soeharto memahaminya dengan P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Pada masa Orde Reformasi sekarang belum ada pengganti paradigma untuk memahami Pancasila seperti pada masa orde sebelumnya.
3. Meningkatkan keteladanan pemimpin dalam implementasi Pancasila.
Maraknya KKN (Korupsi, kolusi dan nepotisme) yang telah merusak sendi-sendi kehidupan bangsa merupakan salah satu faktor yang menghambat pemulihan krisis multi dimensional bangsa Indonesia. Untuk itu perlu, mencari solusi yang tepat untuk mengatasi segala permasalahan bangsa. Salah satu alternatif mendorong terampilinya kader pemimpin yang berani tampil sebagai teladan bagi masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Keteladanan para pemimpin, terutama para pemimpin yang sekaligus sebagai penyelenggara negara, akan berdampak positif pada upaya untuk mengurangi KKN. Hanya pemimpin yang bermoral dan etika yang tinggi, yang mampu tapil sebagai teladan. Oleh karenaya, perlu upaya penanaman dan pengembangan etika dan moral bagi pelajar, pemuda dan mahasiswa sebagai kader kepemimpinan nasional dimasa depan. Disisi lain, keteladanan hanya dapat berkembang dengan baik, bila para elit bangsa, memmpunyai kemauan yang keras dan tinggi untuk mengembangkan etika dan moralnnya. Etika dan moral yang dikembangkan oleh bangsa Indonesia adalah implementasi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.

4. Meningkatnya Pemahaman masyarakat pada Pancasila.
Pancasila sebagai ideologi negara, falsafah bangsa dan dasar negara, di era reformasi ini cendrung ditanggapi “sinis” oleh sekelompok masyarakat. Kondisi ini terjadi karena kurangnya pemahaman terhadap Pancasila. Disisi lain kebijakan publik yang ada, dirasakan masih banyak yang belum berpihak kepada rakyat kecil. Sebagai contoh, kebijakan penataan dan penertiban di Jakarta, dengan praktek “penggusuran”, dirasakan oleh masyarakat sebagai tindakan yang kurang mencerminkan peri kemanusiaan dan peri keadilan. Walaupun hal tersebut dilaksanakan untuk menegakkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, agar dikemudian hari seluruh perundang-undangan yang berlaku dapat menjadi wujuddari implementasi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Kondisi tersebut dapat terwujud, apabila pemahaman terhadap Pancasila sudah berkembanng dikalangan masyarakat dan para penyelenggara negara.
Implementasi Pancasila yang diharapkan akan mampu memecahkan permasalahan bangsa, namun sekaligus memerlukan kondisi pendukung dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
5. Peningkatan pemahaman semua Komponen Masyarakat terhadap ideologi Pancasila.
Pemahaman merupakan suatu kondisi awal yang sangat penting agar tiap warga negara mampu mengamalkan Pancasila dengan benar. Tanpa pemahaman yang benar, maka proses berpikir, ucapan dan tindakan tiap warga negara, berkaitan dengan kepentingan pembangunan dapat menjadi salah arah, bahkan dapat mengganggu pembangunan Nasional yang pada akhirnya akan memperlemah persatruan dan kesatuan bangsa.
Kualitas pemahaman individu para penyelenggara negara diharapkan akan semakin tinggi, dengan meningkatnya tugas dan tanggung jawab ybs. dalam kegiatan kenegaraan. Pemahaman tersebut juga diharapkan meningkat, mencakup prosentase yang cukup besar untuk tingkatan Pimpinan, midealnya formal maupun informal, dan dapat dijaga kondisi pemahamannya walaupun dengan menurunnya tugas dan tanggung jawab yang bersangkutan. dalam kepentingan Pembangunan Nasional dan aktivitas kenegaraan.
Pelaksanaan P4 yang dilakukan pada masa orde baru yang lalu, terkesan dilakukan dengan pola indoktrinasi, sehingga timbul reaksi negati dari peserta P4 yang menciptakan suasana yang kurang kondusif. Mengacu pada pengalaman tersebut, maka proses peningkatan pemahaman yang direncanakan, perlu dirancang sedemikian rupa, agar terhindar dari kesan indoktrinasi.
6. Internalisasi Keyakinan atau Pembudayaan terhadap Pancasila.
Proses pemahaman Pancasila, perlu dilakukan sedemikian rupa, sampai pada tingkat dimana bukan hanyasekedar paham, namun juga tumbuhnya keyakinan pada warga negara bahwa Pancasila adalah falsafah dan nilai-dasar bangsa yang sesuai untuk bangsa Indonesia, mampu acuan arah dan pendorong pembagunan Nasional dan mampu menjadi penguat persatuan kebangsaan.
Kualitas internalisasi pada individu, diharapkan dimulai dari penerimaan atas ideologi Pancasila, kemampuan pengendalian diri, sampai pada kondisi, dimana tumbuhnya motivasi kuat untuk mengamalkannya. Tingkat keyakinan tersebut juga diharapkan dapat membangun kekuatan internal individu, sehingga individu yang bersangkutan mampu melakukan seleksi dengan benar atas pengaruh dari luar, mengambil pengaruh positif dan menolak pengaruh negatif.

Comments (0)

Posting Komentar