go fiesta HIMAPEM FISIP UH 2011

Posted by | Posted on 11.53


 

TEAM WORK


                  
2.       EWINK
F    FUAD              
3.       RYFAD                   
4.       CNDRA                 
5.       CUNA                    
6.       ANDER                  
7.       IMRA                     
8.       ARI                         
9.       ARDI                      
10.   ANA                       
11.   WINDA                 
12.   HELNI                    
13.   ARNI                      
14.   ERBON                  
15.   AINA                     
16.   JOSH                    
17.   DIA                       
18.   AIDIL                    
19.   IVAN                     
20.   RAHMAT              
21.   BEBS                     
22.   SAHYADI              
23.   ADDI                      
24.   DIPO                      
25.   ANTO                    
26.   BANJIRE'                
27.   JAYA                      
28.   IFA                         
29.   FAFAN                  
30.   SATRIA                 
31.   ILYAS                     
32.   ADE                        
33.   ADI                     

contoh makalah kelembagaan

Posted by | Posted on 12.54


1  BAB 1
LATAR BELAKANG

A. Pendahuluan
Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, gerakan mahasiswa seringkali menjadi cikal bakal perjuangan nasional, seperti yang tampak dalam lembaran sejarah bangsa. Sejarah mencatat bahwa mahasiswa merupakan elemen yang tak terpisahkan dari perjalanan peradaban sebuah bangsa baik terkait dengan idealisme, kepeloporan, pemikiran kritis, konsistensi semangat perubahan, dan pergerakannya.
Tidak terkecuali Indonesia. Kemerdekaan bangsa Indonesia atas kolonialisme yang telah berlangsung hampir 4 abad lamanya, merupakan buah dari kerja keras para tokoh muda yang lahir dari komunitas kampus. Bung Karno, Bung Hatta, HOS Cokroaminoto, dll, adalah motor penggerak rakyat Indonesia dalam mencapai kemerdekaannya.
Gerakan mahasiswa seringkali menjadi cikal bakal perjuangan nasional, seperti yang tampak dalam lembaran sejarah bangsa. Dalam perjalanannya dari masa ke masa, bangsa ini telah mengenal beberapa dekade perjuangan mahasiswa.
B. Rumusan Masalah
- bagaimana peranan mahasiswa dalam kehidupan bernegara ?
- modal apakah yang dibutuhkan mahasiswa dalam pergerakannya
C. Tujuan Penulisan
            Dalam pembahasan makalah ini,perlu kita ketahui tujuan penulisan. Yaitu :
-          Mengetahui dan memahami peranan mahasiswa dalam menjalankan kehidupan Negara
-          Mengetahui dan memahami modal yang di butuhkan mahasiswa dalam melakasanakan pergerakan






BAB II
PEMBAHASAN

Kami mulai dengan kata mahasiswa. Mahasiswa dipilih sebagai pelaku karena memiliki potensi yang besar sebagai agen perubahan. Mahasiswa Kami definisikan di sini sebagai segmen pemuda yang tercerahkan karena memiliki kemampuan intelektual. Di sini kami tidak membicarakan mahasiswa sebagai orang yang faham teknologi, atau faham ilmu-ilmu sosial, namun saya mengartikan mahasiswa sebagai orang yang memiliki kemampuan logis dalam berfikir sehingga dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah.
Mahasiswa. Satu kata namun sarat akan makna Heroik dan Patriotisme. Satu kata yang menumbangkan ribuan kata tanpa makna dari manusia yang enggan peduli akan nasib rakyat dan bangsanya. Satu kata yang mengukir sejarah dengan pikir, keringat dan bahkan darahnya. Kemarin, hari ini dan esok, tetap saja mahasiswa adalah mahasiswa yaitu salah satu elemen bangsa yang bergerak dan memberontak berdasarkan dorongan Intelektual dan nurani yang suci akan bencinya terhadap ketidakadilan dan hak-hak rakyat yang terabaikan. .
Sejarah peradaban Indonesia telah bersaksi bahwa Pemuda dan dalam hal ini adalah Mahasiswa selalu menjadi pelopor perjuangan untuk bergerak memperoleh hak-hak bangsanya dan rakyatnya. Budi Oetomo (1908) merupakan organisasi modern yang dimotori oleh Pemuda kaum intelektual yang merasa resah melihat nasib bangsanya. Indonesische Vereeninging (1922) didirikan oleh salah satu tokoh proklamator yaitu Mohammad Hatta ketika ia dan beberapa rekan-rekan mahasiswa Indonesia lainnya kuliah di Rotterdam Belanda yang senantiasa melontarkan propaganda kemerdekaan Indonesia dan memiliki misi untuk menumbuhkan semangat dan kesadaran rakyat untuk merebut hak-hak mereka dari penindasan kolonialisme.
Kelompok-kelompok Studi Mahasiswa semakin gencar melakukan propaganda kemerdekaan Indonesia, setiap harinya gerakan mereka semakin radikal karena memang mendapatkan dukungan dari rakyat hingga puncaknya adalah timbulnya kesadaran untuk membuat gerakan yang sifatnya nasional hingga tercetuslah peristiwa bersejarah yaitu Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 melalui Kongres Pemuda II.
Momentum sumpah pemuda secara filosofis mengumandangkan semangat persatuan dan kesatuan seluruh elemen bangsa khususnya adalah pemuda sebagai motor penggerak perubahan pada masa itu. Momentum ini juga yang akhirnya meletup bagaikan bom waktu yang suatu saat siap meledak. Maka tercapailah salah satu cita-cita perjuangan kaum Intelektual ini yaitu setelah diproklamirkannya kemerdekaan Bangsa Indonesia pada  17 agustus 1945 dan lagi-lagi sejarah telah mencatat kiprah gemilang kaum Intelektual ini.
Pasca kemerdekaan bukan berarti Mahasiswa dapat “Pensiun” dari aktifitas pergerakannya, karena ternyata pergerakan demi pergerakan harus terus bergolak untuk terus menggagas kesejahteraan bagi bangsa dan Rakyat Indonesia dan pergerakan pun harus senantiasa bergulir untuk melawan rezim tirani Orde Baru yang sarat akan tindakan refresif dari rezim penguasa yang tak sedikit memakan korban nyawa dari mahasiswa. Mulai dari perlawanan mahasiswa yang anti modal asing ketika Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka berkunjung ke Indonesia pada Januari 1974 yang berujung pada demonstrasi mahasiswa dan penangkapan Aktivis mahasiswa oleh aparat. Dan peristiwa ini dikenal dengan peristiwa MALARI (Malapetaka Lima Belas Januari).
Tak hanya penangkapan dan sikap refresif yang dilakukan oleh rezim Tiran ini, tetapi juga pembekuan gerakan mahasiswa yang disebut dengan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) pada 1979. Tetapi mahasiswa tak mau diam dan menyerah dengan ketidakadilan ini dan mereka mulai bergerak tanpa lembaga-lembaga kampus namun melalui lembaga-lembaga ekstra kampus yang ternyata terbukti efektif. Yang akhirnya terjadi salah satu peristiwa besar dalam sejarah pergerakan mahasiswa yaitu tumbangnya rezim tiran orde baru yang ditandai lengsernya Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998. Dan secara jujur sejarah telah mengakui bahwa kaum muda intelektual memiliki posisi yang penting dalam mengusung perubahan bangsa dan menggagas nasib bangsa.
Semua hal tadi kini telah menjadi sejarah, tidak boleh dilupakan begitu saja namun adalah salah besar apabila mahasiswa terpaku dalam romantisme pergerakan di masa lalu tersebut. Setiap masa memiliki masalahnya tersendiri, namun pada hakikatnya pada setiap masa memiliki permasalahan utama yaitu adanya penyelewengan-penyelewengan terhadap hak-hak rakyat. Jika pada masa lalu pemuda berjuang untuk mengusir kolonialisme fisik maka hari ini mahasiswa sedang berjuang untuk melawan neo-kolonisme dan neo-imperiliasme baik yang datang dari luar maupun dari penjajah dalam negeri.
Indonesia saat ini sedang dipimpin oleh Pemerintah yang amat lemah dalam sistem pemerintahannya dan amat pengecut. Hal ini dapat dilihat dengan begitu mudahnya Indonesia diintervensi oleh asing. Mulai dari privatisasi sampai liberalisasi ekonomi yang berujung pada penjualan aset-aset strategis bangsa yang seharusnya dinikmati oleh rakyat. Dalam hal ini pemerintah telah melakukan tindakan inkonstitusional karena telah mengabaikan suatu nilai dalam UUD 1945 yaitu Pasal 33 yang menyatakan bahwa sumberdaya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara, namun pada kenyataannya sebagian besar Aset nasional dikuasai oleh asing. 90% produksi Migas dikuasai oleh 6 perusahaan Asing sepert Exxon Mobil (USA), Total (Perancis), Vico, Conoco Philips, BP dan Chevron (sumber: eramuslim).
Bisa jadi permasalahan hari ini lebih parah dibandingkan masa lalu, karena secara terang-terangan pemerintah memberikan perhatian khusus kepada pihak asing untuk dapat mengeksplor hasil kekayaan Indonesia dan lebih parahnya adalah rakyat tidak pernah mengetahui kebusukan ini dan selalu saja menjadi korban dari kebijakan pemerintah yang tak pernah bijak.
Saat ini kita hidup di masa ini dan di hari ini, namun ada yang harus kita persiapkan guna menuju hari esok. Tentu saja kita harus banyak mempelajari sejarah terdahulu. Pada hakikatnya pergerakan mahasiswa kemarin, hari ini dan esok berangkat dari letupan intelektual yang gelisah karena terus menerus dibohongi oleh tangan-tangan kotor asing dan perampok dalam negeri dan berangkat dari hati nurani yang tulus dan berani untuk mengatakan bahwa hitam adalah hitam dan putih adalah putih.
Sebagai bagian dari pemuda, mahasiswa juga memiliki karakter positif lainnya, antara lain idealis dan energik. Idealis berarti (seharusnya) mahasiswa masih belum terkotori oleh kepentingan pribadi, juga belum terbebani oleh beban sejarah atau beban posisi. Artinya mahasiswa masih bebas menempatkan diri pada posisi yang dia anggap terbaik, tanpa adanya resistansi yang terlalu besar. pemuda biasanya siap sedia melakukan 'kewajiban' yang dibebankan oleh suatu ideologi manakala dia telah meyakini akan kebenaran ideologi itu. Sebagai contoh adalah para shahabat yang bahkan siap meninggalkan malam pertamanya manakala mendengar perintah jihad.
Ketiga misi perguruan tinggi itu dinamakan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Setiap perguruan tinggi mengembang tugas melaksanakan Tri Dharma ini tanpa berat sebelah. Inilah yang membedakan perguruan tinggi dengan sekolah. Dibangku sekolah cukup di beri ”menu” pendidikan-pengajaran , di perguruan tinggi harus dilengkapi dengan penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Sekolah cukup bertugas meluluskan siswa-siswanya, sedangkan di perguruan tinggi  tidak sekedar mencetak sarjana. Namun juga harus mengembangkan ilmu pengetahuan melalui penelitian dan bertanggung jawab membangun  dan mengembangkan masyarakat.   
Kalau alam perguruan tinggi terbelenggu pada rutinitas perkuliahan, lantas apa bedanya denga sekolah?  Kalau demikian halnya, maka perguruan tinggi tak ubahnya dengan sebuah “SD Besar”, karena daya tampung biaya penyelenggaraan serta muridnya sudah lebih besar.

Tugas perguruan tinggi itu jauh  lebih berat dari sekedar melaksanakan pendidikan-pengajaran. Perguruan tinggi mesti syarat dengan kegiatan dan hasil penelitian, serta, melaksanakan pengabdian pada masyarakat atas dasar hasil penelitian itu. Dalam dharma pendidikan pun mahasiswa mesti dikenalkan dengan budaya akademik, dalam bentuk forum-forum ilmiah. Misalnya selama menjadi mahasiswa minimal sudah terlibat aktif dalam sekian kali seminar, sekian kali diskusi panel  dan lain sebagainya. Mereka juga harus pernah melakukan penelitian, baik kolektif maupun sendiri. Dan tentunya juga pernah melakukan pengabdian pada masyarakat minimal pada saat KKN.

Hal-hal semacam itu meski tidak di wajibkan semestinya mahasiswa merasa berkewajiban. Karena jika mereka tidak merasa terpanggil untuk melakukannya, sebenarnya mereka sendirilah yang rugi. Berarti ada dunia yang mereka tidak jelajahi. Padahal dunia itu adalah dunia yang ikut ambil bagian dalam membentuk dirinya menuju kesempurnaan diri sebagai akademisi.
Mayoritas mahasiswa jika ditilik dari latar belakang keluaragnya hingga saat ini, adalah generasi pertama yang mengenyam pendidikan tinggi. Artinya orang tua mereka sebagian besar belumpernah merasakan, duduk di bangku kuliah bahkan mungkin masih ada dari keluarga yang buta huruf. Latar belakang status seperti ini  bisa merangsang tumbuhnya kesadaran kelas bagi sementara mahasiswa. Yang terkena rangsang umumnya yang memiliki tingkat kecerdasan di atas rata-rata mahasiswa. Tapi juga ada yang justeru karena ketidakmampuannya untuk berpresrasi dalam studi; sehingga rangsangan tumbuhnya kesadaran kelas yang di maksudkan sebagai tempat berkompotensi. Mereka ini melakukan “mobilisasi diri"   untuk menggugat status yang diwarisi dari keluarganya itu yang pada giliran berikutnya ingin membuat “lompatan status”. Dengan demikian, mahasiswa ini merasa terpanggil sekaligus memiliki beban status atas nama dirinya sendiri dan keluarganya. Keluarga merupakan “group of reference : yang paling domonan, nilai-nilai yang dijunjung oleh keluarga sebagai “frame of reference” dalam rangka membuat lompatan status. Karena itu jika kebetulan dari keluarga agamis, maka juga akan giat organisasi keagamaan. Kalau anak pamong desa akan memilih jurusan yang bisa jadi batu loncatan jadi pejabat di atas pamong. Kalau kebetulan anak tengkulak maka ia ingin menjadi seorang ekonom kelak. Inilah yang kita sebut mahasiswa gaya unjuk diri.

Berbeda dengan mahasiswa utun, mahasiswa unjuk diri ini kurang atau tidak hanya mencurahkan perhatiannya pada studi. Mereka beranggapan bahwa untuk memperoleh pembenaran diri, bahwa dia telah melakukan lompatan status, tidak cukup lewat studi. Tapi harus melibatkan diri berperan dalam kawasan kegiatan yang lebih luas tidak sekedar berkuliah, baik dari luar maupun terutama di dalam kampus.

Mahasiswa unjuk diri selalu didera oleh keinginan untuk menonjol, jadi pusat perhatian, ingin diperhitungkan. Untuk forum-forum yang serius, organisasi kemahasiswaan, baik intra maupun ekstra universitas menjadi ajang unjuk diri mereka. Doktor Sarlito Wirawan mengatagorikan gaya ini sebagai gaya mahasiswa aktivis. Saya sengaja tidak menyebutkan begitu, karena hemat saya sebutan seperti itu terlalu membebani. Dulu dari mahasiswa yang bergaya ini memang muncul menjadi tokoh caliber nasional, tapi untuk saat sekarang tampaknya semakin tidak mungkin, karena system pembinaan mahasiswa yang kurang memberi keluasaan mahasiswa bisa terlibat forum-forum nasional.
Peran kepemimpinan yang dibawa oleh mahasiswa itu tidak terlepas dari sebutan mereka sebagai “kaum intelektual muda”. Sementara sebutan kaum intelektual diberikan kepada kalangan yang telah mapan dalam sektor-sektor kemasyarakatan. Tarulah mereka yang berada di lembaga-lembaga ilmiah, pers, budayawan/seniman maupun yang sama sekali sendirian. Kalau kita lihat, mereka mempunyai derajat keterikatan yang lebih mengikat dibanding dengan mahasiswa. Apakah dalam bentuk keterikatan birokratis, finansial maupun ideologi.
Mahasiswa, yang berada dalam posisi proses belajar dimana belum memiliki norma-norma ilmiah yang seutuhnya, sehingga dalam posisi ini mereka relatif tidak mempunyai keterikatan yang ketat. Di sisi lain, mereka selalu diajarkan hal-hal yang seharusnya (das Sollen) seperti obyektifitas, deomokrasi, effisiensi, efektifitas dan seterusnya. Dengan kondisi yang sedemikian menempatkan mahasiswa dalam peran dan posisi yang relatif bebas dan sikap-sikap yang spontan. Bila hal ini dapat kita terima, maka agaknya dapat disimpulkan bahwa intektual sejati hanya mungkin dimiliki oleh mahasiswa atau mereka yangmempunyai derajat independensi dan spontanitas yang memadai.
Dengan kaca mata ini semakin istimewalah peran serta posisi mahasiswa, sekaligus semakin berat yang harus dipikulnya. Didalam proses-proses yang berlangsung tak kurang sulit serta kompleksnya, sehingga di dalam mekanisme  yang terjadi perlu suatu permainan dalam dinamika intern mahasiswa. Aturan permainan ini, dimaksudkan untuk mengatur lalu-lintas berpikir  dan bertindak dalam proses-proses kemahasiswaan. Untuk mudahnya aturan permainan ini kita sebut dengan Demokrasi, sebagai istilah seperti halnya konsensus dalam bernegara serta berbangsa di republik ini.
Padahal, dalam berbagai lintasan sejarah, dapat disimpulkan bahwa ada dua model umum bagi kaum muda dalam menyampaikan kritiknya. Pertama, Melalui gerakan aksi turun ke jalan. Bentuk gerakan ini, mulai dari demonstrasi, mimbar bebas, sampai pada aksi berbaris massal mendatangi sejumlah intansi yang diperkirakan dapat menyelesaikan persolan yang dikeluhkan oleh kaum pelajar. kritik-kritik dalam bingkai aksi turun kejalan sudah terasa mandul, sehingga perlu ada gerakan-gerakan di luar itu guna menyuarakan aspirasi masyarakat. Nyatanya, tradisi turun ke jalan kerapkali menjadi pemandangan yang sering kita jumpai di berbadai media, baik media elektronik maupun cetak. Alih-alih rasa perjuangan tanpa pamrih, kesadaran kolektifitas, tetesan darah dan air mata pun menajdi melekat di jiwa generasi bangsa.
Kedua, Gerakan Intelektual. Gerakan ini biasanya dilakukan oleh generasi muda melaui berbagai kajian, diskusi, talk sow, seminar sehari, dan pertemuan ilmiah, baik di dalam maupun luar kampus. Namun, kegiatan itu, dinilai oleh sebagian mahasiswa merupakan gerakan lamban dan tak begitu membuahkan hasil yang memuaskan.
Aksi protes mahasiswa sebetulnya tak perlu ditakuti, kalau pemerintah merasa takut terhadap aksi protes mahasiswa tegakanlah keadilan, berantas korupsi, kembalikan hak rakyat, ciptakan pemerataan, hilangkan kebiasaaan kongkalingkong dengan penguas dan jalankan demokrasi yang benar. Aksi mahasiswa tak bisa diredam dengan undang-undang, tindakan persuasif maupun refresif. Selama masih ada ketidak adilan, korupsi, penindasan hak asasi, otoriterian, aksi protes dari mahasiswa maupun rakyat akan selalu bermuncul kendati dalam bentuk yang berbeda-beda.
Terakhir ada dua kata kunci yang perlu diingat dalam melakukan perubahan ini, yang pertama adalah pembinaan (perkaderan) sehingga akan memberikan pemahaman dan motivasi yang langgeng. Dan yang kedua adalah kerja keras dengan beramal, karena Allah hanya menilai amal dan usaha kita bukan hasil dari usaha kita.
Modal dan strategi dasar yang harus dimiliki mahasiswa yang merasa menjadi aktifis pergerakan Kami gambarkan di bawah.
  • Jaga prestasi akademik, tugas utama mahasiswa adalah belajar, karena kedudukan di kampus membawa implikasi bahwa mahasiswa adalah seorang akademisi, pemikir, bergerak secara logis dan terukur. Kualitas intelektual kita terukur lewat nilai-nilai dari mata kuliah yang kita ikuti. Ingat bahwa teriakan berantas kebodohan, menggelikan ketika keluar dari mulut mahasiswa bodoh!
  • Madzab, pemikiran dan strategi pergerakan mahasiswa juga harus dikuasai. Ini bisa dilakukan dengan banyak membaca sejarah pergerakan mahasiswa di berbagai negara lain, membaca biografi tokoh pergerakan mahasiswa dimanapun berada, dan tentu saja yang sangat urgent adalah sejarah dan benang merah pergerakan mahasiswa di Indonesia. Jangan sampai mahasiswa mengulang kesalahan yang dilakukan mahasiswa di era sebelumnya.
  • Benih-benih entrepreneurship harus dipupuk sejak masa mahasiswa. Mahasiswa harus berusaha mengatasi masalah finansial, karena kita harus memberikan teladan dan success story kepada masyarakat berhubungan dengan kemandirian finansial. Ingat, mahasiswa pemalas yang tidak bebas dari penyakit finansial, absurd ketika berteriak bebaskan rakyat dari kemiskinan. Kemandirian organisasi dan personelnya dari “sumbangan” pihak lain yang punya kepentingan, membuat independensi organisasi mahasiswa terjaga. Membuat teriakan kita tetap lantang kepada siapapun tanpa pandang bulu.
  • Konsistensi perdjoeangan adalah kekuatan karakter aktifis mahasiswa. Pahami hakekat dari kritik-kritik yang kita lakukan. Logikanya mahasiswa koruptor jam kuliah, tidak pantas berteriak anti-korupsi. Think globally, but act locally.
  • Public speaking dan leadership, faktor penting dalam mempengaruhi orang, karena tidak mungkin mahasiswa dengan leadership dan public speaking yang buruk mengkritik kepemimpinan nasional
  • Opini lewat tulisan adalah faktor penting dalam teknik mempengaruhi ala mahasiswa. Kualitas pikir seseorang diukur dari kualitas tulisan yang dihasilkan. Pergerakan mahasiswa tak akan lepas dari masalah intelektualitas, daya pikir, daya kreatif dan perilaku berbasis otak yang lain.
Berikut ini adalah sejarah singkat perjalaan pergerakan kemahasiswaan yang kami kategorikan tiga zaman pergerakan, yaitu :

Pergerakan tahun 1966
Pergerakan mahasiswa ditandai dengan pembentukan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) tanggal 25 Oktober 1966 yang merupakan hasil kesepakatan sejumlah organisasi yang berhasil dipertemukan oleh Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pendidikan (PTIP) Mayjen dr. Syarief Thayeb, yakni HMI,PMII,Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Sekretariat Bersama Organisasi-organisasi Lokal (SOMAL), Mahasiswa Pancasila (Mapancas), dan Ikatan Pers Mahasiswa (IPMI). Tujuan pendiriannya, terutama agar para aktivis mahasiswa dalam melancarkan perlawanan terhadap PKI menjadi lebih terkoordinasi dan memiliki kepemimpinan. Munculnya KAMI diikuti berbagai aksi lainnya, seperti Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI), dan lain-lain.
Pada tahun ini, pemuda dan mahasiswa Indonesia banyak terlibat dalam perjuangan yang ikut mendirikan "Orde Baru" . Gerakan ini dikenal dengan istilah Angkatan '66, yang menjadi awal kebangkitan gerakan mahasiswa secara nasional, sementara sebelumnya gerakan-gerakan mahasiswa masih bersifat kedaerahan. Tokoh-tokoh mahasiswa saat itu adalah mereka yang kemudian berada pada lingkar kekuasaan Orde Baru, di antaranya Akbar Tanjung, Cosmas Batubara, Sofyan Wanandi, Yusuf Wanandi, dll. Angkatan '66 mengangkat isu Komunis sebagai bahaya laten negara. Gerakan ini berhasil membangun kepercayaan masyarakat untuk mendukung mahasiswa menentang Komunis yang ditukangi oleh PKI(Partai Komunis Indonesia). Setelah Orde Lama berakhir, aktivis Angkatan '66 pun mendapat hadiah yaitu dengan banyak yang duduk di kursi DPR/MPR serta diangkat dalam kabibet pemerintahan Orde Baru. Di masa ini ada salah satu tokoh

Pergerakan tahun 1990an
Isu yang diangkat pada era gerakan ini sudah mengkerucut yaitu penolakan peberlakuan terhadap NKK/ BKK ( Normalisasi Kehidupan Kampus) Yang membentuk Dewan Mahasiswa / DM dan Badan Eksekutif Mahasiswa BEM Pemberlakuan NKK/BKK Mengubah pormat organisasi Mahsiswa seperti ini menjadikan de4ngan melarang Mahasiswa terjun kedalam Politik Praktis yaitu dengan SK mentri pendidikan dan kebudayaan No 04 57/0/1990 tentang pola pembinaan Edan perkembangan Mahasiswa pada tingkat Perguruan Tinggi Bernama SMPT ( Senat Mahaswa Perguruan Tinggi ).
Organisasi kemahasiswaan seperti ini menjadiakan aktivitas Mahasiswa dalam posisi mundur karena pihak rektorat yang nota banenya panjang perpanjangan pemerintah lebih leluasa dan dilegalkan untuk mencekal aktivis Mahasiswa yang berbuat OVER bahkan tidak segan segan untuk mendokrin Mahasiswa hanya dituntuk kuliah dan kuliah tok.
Dikampus intel intel perkeliaran pergerakan mahasiswa dimatai matai maka jangan heran jika misalnya hari ini menyusun tragedy Demo,besoknya Aparat sudah siap siaga karena banyak intel berkedok mahasiswa.
Pemerintah Orde Baru pun mengembangkan opini adanya pergerakan sekelompok orang yang berkeliaran dimasyarakat dan Mahasiswa dengan sebutan OTB ( Organisasi Tampa Bentuk ) Masyarakat pun termakan dengan opini adanya pergerakan sekelompok orang ini identik dengan Gerakan Komonis.
yang sangat idealis, yang sampai sekarang menjadi panutan bagi mahasiswa-mahasiswa yang idealis setelah masanya,dia adalah seorang aktivis yang tidak peduli mau dimusuhi atau didekati yang penting pandangan idealisnya tercurahkan untuk bangsa ini,dia adealah Soe Hok Gie.
Pergerakan tahun 1998
Gerakan 1998 menuntut reformasi dan dihapuskannya "KKN" (korupsi, kolusi dan nepotisme) pada 1997-1998, lewat pendudukan gedung DPR/MPR oleh ribuan mahasiswa, akhirnya memaksa Presiden Soeharto melepaskan jabatannya. Berbagai tindakan represif yang menewaskan aktivis mahasiswa dilakukan pemerintah untuk meredam gerakan ini di antaranya: Peristiwa Cimanggis, Peristiwa Gejayan, Tragedi_Trisakti, Tragedi Semanggi I, Tragedi Lampung. Gerakan ini terus berlanjut hingga pemilu 1999.
Gerakan mahasiswa Indonesia 1998 adalah puncak gerakan mahasiswa tahun sembilan puluhan yang ditandai tumbangnya Orde Baru dengan lengsernya Soeharto dari kursi kepresidenan, pada tanggal 21 Mei 1998. Berbagai kesatuan aksi diberbagai daerah muncul untuk menentang rezim Suharto.
Di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Solo, Bali, Malang, Surabaya, Medan, Aceh, dan lain-lain lahir puluhan kesatuan aksi yang konsisten menentang kebijakan dan keberadaan rezim Suharto. Gerakan yang menuntut reformasi dan dihapuskannya "KKN" (korupsi, kolusi dan nepotisme) pada 1997-1998 ini, harus berhadapan dengan berbagai tindakan represif yang menewaskan 4 aktivis mahasiswa Trisakti. Peristiwa Gejayan, Tragedi Trisakti, Tragedi Semanggi I dan II , Tragedi Lampung adalah bukti lainnya upaya represif Suharto untuk meredam gerakan ini.
Setelah bergulirnya reformasi pada tahun 1998, pergerakan mahasiswa dihadapkan pada pluralitas gerakan yang sangat tinggi. Mahasiswa pada saat ini memilikigaris perjuangan dan agenda yang berbeda dengan mahasiswa lainnya.

Pergerakan mahasiswa di tahun 2008 ditandai dengan dinamika yang jauh berbeda dengan masa-masa sebelumnya. Masa ini ditandai dengan tantangan yang kompleks, baik dari sisi internal maupun eksternal. Selain itu, munculnya berbagai macam kepentingan mahasiswa ikut mewarnai dinamika sejarah pergerakan mahasiswa di Indonesia.
Periode 10 tahun pasca reformasi 1998 ternyata kondisi bangsa Indonesia masih saja stagnan rakyat miskin masih ada dimana-mana, harga bahan pokok semakin melambung naik, kesehatan semakin tidak diperhatikan dengan banyaknya pemilik askeskin yang tidak diterima oleh rumah sakit, penyakit bermacam-macam muncul, kualitas pendidikan nasional semakin menurun padahal biaya pendidikan semakin mahal, dan masih banyak hal lain yang jika disebutkan dalam tulisan ini tidak akan muat. Mahasiswa yang notabenenya adalah agen perubah sudah sepatutnya melakukan perubahan untuk kemajuan bangsa dengan hal yang konstruktif dan solutif untuk mengatasi semua permasalahan bangsa tersebut.











BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
Dilihat dari dinamika pasang surut dunia kemahasiswaan dengan beberapa proses pewarnaan setiap zaman menandakan terjadinya beberapa pergolakan di setiap zaman. Kami menyimpulkan secara keseluruhan kondisi lembaga mahasiswa saat ini yaitu :
Ø  Strengths (S)
  1. Lembaga mahasiswa yang masih aktif dalam berbagai bentuk kegiatan internal/eksternal.
  2. Mempunyai jenjang pengkaderan yang terstruktur.
  3. Kualitas dan kuantitas mahasiswa yang cenderung stabil.
  4. Kader lembaga mampu bersaing pada wilayah akademik (potensi kecerdasan).
  5. Lembaga kemahasiswaan mampu meretas multikulturalisme.
  6. Tanggung jawab dan loyalitas anggota.
Ø  Weakness (W)
  1. Hubungan lembaga dengan birokrat kurang harmonis.
  2. Lemahnya manajerial organisasi.
  3. Bentuk pengkaderan cenderung formal dan kaku.
  4. Lemahnya kesadaran pengurus tentang job description.
  5. Kurangnya loyalitas pengurus terhadap tanggung jawab yang diembannya.
  6. Adanya sekat-sekat angkatan dan kelompok yang ada (memisahkan antara struktur dan kultur).
  7. Kreatifitas metodologi pengkaderan yang kurang.
  8. Program kerja yang tidak optimal dilaksanakan, serta lemahnya kontrol pengurus terhadap program kerja itu sendiri.
  9. Kesalahan persepsi akan pengkaderan yang hanya ditujukan untuk mahasiswa baru.
  10. Lembaga mengalami krisis kader sebagai figur.
  11. Terbentuknya pemahaman bahwa lembaga kemahasiswaan adalah penghambat akademik.
  12. Follow up dari setiap jenjang pengkaderan yang tidak jelas.
  13. Lemahnya manajemen konflik antar kader dan lembaga.
  14. Kurangnya komunikasi internal kelembagaan.
  15. Lembaga kurang aspiratif terhadap kebutuhan anggota.
Ø  Opportunities (O)
  1. Kecenderungan dunia kerja yang membutuhkan pengalaman organisasi.
  2. Dukungan dan hubungan kekeluargaan dengan sesama serta alumni yang terjalin baik dapat membuka akses peluang kerja ke depan.
Ø  Threats (T)
  1. Birokrasi kampus cenderung menjadi penekan kreativitas lembaga kemahasiswaan, sehingga terbentuk image yang identik dengan musuh lembaga.
  2. Adanya intervensi eksternal terhadap kegiatan kelembagaan.
  3. Kurangnya ruang lembaga kemahasiswaan dalam mengakses kebiljakan jurusan maupun fakultas.
  4. Citra lembaga yang kurang baik dimata orang tua, masyarakat, serta lingkungan akademik.
  5. Sistem akademik (kurikulum) yang semakin menekan waktu mahasiswa untuk aktif pada kekiatan lembaga kemahasiswaan.
  6. Pengaruh entertainment terhadap pola hidup mahasiswa saat ini (konstruk media yang lebih dominan dalam budaya mahasiswa).
  7. Lembaga kemahasiswaan yang sering terjebak pada wilayah politik praktis.

B. Saran
Ditengah arus tersebut, kader HIMAPEM UNHAS sebagai bagian pejuang demokratisasi di negeri ini sudah selayaknya menyadari bahwa profesionalisme merupakan tuntunan dalam kondisi kekinian dalam menjalankan proses globalisasi yang semakin menantang, sehingga pendalaman basic science dan basic social merupakan modal awal yang sangat dibutuhkan untuk dapat Berjaya di era yang penuh yang penuh warna berbeda untuk memajukan HIMAPEM  di masa yang akan datang.





contoh quovadis

Posted by | Posted on 12.53


MEMBANGUN HARMONISASI DI HIMAPEM DENGAN NUANSA KEBERAGAMAN SEBAGAI SUATU KELEBIHAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.  Rekam Jejak HIMAPEM
Himpunan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan atau disingkat HIMAPEM adalah sebuah organisasi kemahasiwaan non struktural pada tingkat jurusan yang berkedudukan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Hasanuddin atau lebih tepatnya di FIS IV.  
            HIMAPEM didirikan pada tanggal 18 Oktober 1982, pada waktu itu untuk pertama kalinya diketuai oleh kanda Siswaka. Namun dibawah usungan kejayaan, tanggal 30 Agustus 2005 ruang himpunan mengalami kebakaran. Tepat saat itu kepengurusan berada di bawah tampuk  kepemimpinan kanda Ahmad Azis DS.
            Diiringi tuntutan semangat berlembaga, ,HIMAPEM mencoba untuk kembali bangkit mengumpulkan “sisa-sisa puing” kejayaan itu. Dan akhirnya sampai hari ini HIMAPEM moncoba untuk tetap menjaga eksistensinya sebagai salah satu lembaga kemahasiswaan.
            HIMAPEM berasaskan Pancasila dan berlandaskan Tri Dharma Perguruan Tinggi (Pendidikan,Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat). Dalam aplikasinya, HIMAPEM bertujuan membentuk mahasiswa Ilmu Pemerintahan yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dalam perwujudan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang mengarah pada pengembangan disiplin Ilmu Pemerintahan, Keorganisasian, Kreativitas dan Penalaran.
Kearifan dan kesepakatan untuk menentang sesuatu yang bertentangan dengan humanisme, akan coba ditunjukkan. Selamat berproses buat adik-adik mahasiswa baru, dan  jangan pernah risih untuk mengisi botol intelektual kalian dengan  kesejukan air nilai dan keilmuan.  
Tak ayal setiap perjuangan membutuhkan pengorbanan. Untuk mempertahankan eksistensi manusia di muka bumi ini tidak lepas dari pertarungan & perjuangan yang terkadang menuntut sebuah pengorbanan yang besar. Roda zaman yang terus bergerak dan berubah meninggalkan jejak yang perlu penafsiran dari berbagai sudut pandang sehingga nantinya kita tidak salah dalam memaknai jejak-jejak itu. Perubahan kondisi zaman dalam dunia mahasiswa dengan segala kompleksifitas yang mewarnainya dan mengaburkan identitasnya sebagai insan intelektual. Untuk menjawab tantangan itu regenarasi generasi militan adalah mutlak dilakukan.
HIMAPEM merupakan sebuah lembaga kader yang mewadahi seluruh mahasiswa Ilmu Pemerintahan Fisip Unhas. Sebagai tempat berinovasi, berkreasi dalam aktualisasi dan berproses dalam dinamika kemahasiswaan di kampus Merah. Himapem membutuhkan generasi untuk mempertahankan eksistensinya pada zaman yang terus bergerak. Sebagai lembaga yang punya warna dan rahim sendiri untuk melahirkan generasi kader yang akan melanjutkan estafet perjuangan pendiri dan pengurus-pengurus.
Adapun beberapa figur Ketua Umum Himpunan mahasiswa Ilmu Pemerintahan Fisip Unhas
Periode 1982-1983                              : Siswaka
Periode 1983-1984                              : -
Periode 1984-1985                              : Amir Muhiddin
Periode 1985-1986                              : Hamsyah
Periode 1986-1987                              : Andi Syamsu Alam
Periode 1987-1988                              : Baharuddin Solongi
Periode 1988-1989                              : Jabrainal Jabir
Periode 1989-1990                              : Ahmad Husain (Pjs)
Periode 1990-1991                              : Muh. Akbar M.
Periode 1991-1992                              : Mulyadi
Periode 1992-1993                              : Samsu Alam
Periode 1993-1994                              : Muh. Hasbi
Periode 1994-1995                              : Ishak Iskandar
Periode 1995-1996                              : Nurdin Pasokkori
Periode 1996-1997                              : Kamaruddin Jemang
Periode 1997-1998                              : Sulfan Sulo
Periode 1998-1999                              : Saharuddin R.
Periode April-Oktober1999                : - Parawansa Tanriwali
 - Awaluddin A. Paso
 - Muh. Arief HS
Periode 1999-2000                              : Adam Malik
Periode 2000-2001                              : L.M. Rusdin Jaya
Periode 2001-2002                              : - La Ode Abdul Harlan
  - Ahmad Amiruddin
  - Syukri
Periode 2002-2003                              : Nina Subekti
Periode 2003-2004                              : Haeruddin
Periode 2004-2006                              : Ahmad Azis Dg. Sibali
Periode 2006-2007                              : La Ode Masrizal
Periode 2007-2008                              : Samsul Bahri
Periode 2008-2009                              : Erwin Musdah
Periode 2009-2010                              : Hajrah
Perode 2010-2011                               : Isgunandar





BAB II
PEMBAHASAN

2.1.  Analisis SWOT Kondisi HIMAPEM di Saat Ini
Dengan menyimak rekam jejak kepengurusan setahun kemarin maka kami ISGUNANDAR-ASHAR PRAWITNO sebagai Bakal Calon Presiden dan Wakil Presiden HIMAPEM untuk Periode 2010-2011 merancang sebuah analisis SWOT tentang kondisi HIMAPEM saat ini.
Ø  Strengths (S)
  1. HIMAPEM akan lebih menunjukkan kemandirian tanpa ada campur tangan dari KEMA FISIP UNHAS.
  2. Mempunyai jenjang pengkaderan yang terstruktur.
  3. Kualitas dan kuantitas mahasiswa yang cenderung stabil.
  4. Kader HIMAPEM mampu bersaing pada wilayah akademik (potensi kecerdasan).
  5. HIMAPEM mampu meretas multikulturalisme.
  6. Tanggung jawab dan loyalitas anggota.
  7. HIMAPEM FISIP UNHAS masih menjadi episentrum untuk wilayah Indonesia Timur.
Ø  Weakness (W)
  1. Keputusan warga HIMAPEM untuk menarik dari KEMA FISIP UNHAS.
  2. Kiprah kader HIMAPEM akan terhambat sampai pada tingkatan himpunan saja karena statusnya yang sudah menarik diri dari KEMA FISIP UNHAS.
  3. Hubungan lembaga dengan birokrat kampus kurang harmonis.
  4. Lemahnya manajerial organisasi.
  5. Bentuk pengkaderan cenderung formal dan kaku.
  6. Lemahnya kesadaran pengurus tentang job description.
  7. Kurangnya loyalitas pengurus terhadap tanggung jawab yang diembannya.
  8. Adanya sekat-sekat angkatan dan kelompok yang ada (memisahkan antara struktur dan kultur).
  9. Kreatifitas metodologi pengkaderan yang kurang.
  10. Program kerja yang tidak optimal dilaksanakan serta lemahnya kontrol pengurus terhadap program kerja itu sendiri.
  11. Kesalahan persepsi akan pengkaderan yang hanya ditujukan untuk mahasiswa baru.
  12. Lembaga mengalami krisis kader sebagai figur.
  13. Terbentuknya pemahaman bahwa dengan memutuskan untuk berlembaga di HIMAPEM akan menjadi penghambat akademik.
  14. Follow up dari setiap jenjang pengkaderan yang tidak jelas.
  15. Lemahnya manajemen konflik antar kader dan lembaga.
  16. Kurangnya komunikasi internal dan eksternal HIMAPEM.
  17. Pengurus kurang aspiratif terhadap kebutuhan anggota.
Ø  Opportunities (O)
  1. HIMAPEM akan mampu menunjukkan catatan emas kemandiriannya dengan tidak mendompleng nama besar FISIP UNHAS.
  2. Kecenderungan dunia kerja yang membutuhkan pengalaman organisasi.
  3. Dukungan dan hubungan kekeluargaan dengan sesama serta alumni yang terjalin baik dapat membuka akses peluang kerja ke depan.
  4. Telah terbentuknya jaringan IKAPEM (Ikatan Keluarga Pemerintahan) yang sudah mulai dipotensialkan.
  5. UNHAS sebagai kiblat perguruan tinggi di kawasan Timur Indonesia.
Ø  Threats (T)
  1. Ruang aktualisasi diri dan komunikasi mahasiswa HIMAPEM di tingkatan Fakultas akan terbatasi pasca penarikan dirinya dari KEMA FISIP UNHAS.
  2. Birokrat kampus cenderung menjadi penekan kreatifitas HIMAPEM, sehingga terbentuk image bahwa lembaga adalah musuh birokrat kampus.
  3. Adanya intervensi eksternal terhadap kegiatan HIMAPEM.
  4. Kurangnya ruang bagi HIMAPEM dalam mengakses kebijakan jurusan maupun fakultas.
  5. Sistem akademik (kurikulum) yang semakin menekan waktu mahasiswa untuk aktif pada kegiatan lembaga kemahasiswaan.
  6. Pengaruh entertainment terhadap pola hidup mahasiswa saat ini (konstruk media yang lebih dominan dalam budaya mahasiswa).
  7. HIMAPEM yang sering terjebak pada wilayah politik praktis.

2.2.  Visi dan Misi Kepengurusan Periode 2010-2011
Kondisi kekinian HIMAPEM yang mengalami banyak kegelisahan akibat begitu krusialnya masalah yang diembannya seakan-akan ingin mematikan HIMAPEM itu sendiri. Maka kami ANDI ASWIRMAN-MAHFUDDIN sebagai Bakal Calon Presiden dan Wakil Presiden  untuk Periode 2011-2012 merumuskan suatu visi kepengurusan yang dianggap sesuai dengan tuntutan zaman ini yaitu Menjaga Eksistensi Lembaga dengan Landasan Pluralitas sebagai Perpaduan Kekuatan dan Keindahan. Untuk mewujudkan pencapaian visi tersebut maka ditetapkan beberapa misi kepengurusan sebagai penjabarannya yaitu:
v  Menjaga Kondisi Kelembagaan yang Lebih Harmonis dan Kondusif
v  Meningkatkan Paradigma Berlembaga dengan Keberagaman yang ada
v  Menguatkan Kepekaan Terhadap kondisi Masyarakat Terkini

2.3. Bentuk-Bentuk Pengkaderan
v  Dasar pemikiran
            Kita mesti memiliki kesadaran diri dan pemahaman akan kenyataan hidup yang harus dihadapi. Sebuah pengetahuan tentang hakikat kemanusiaan. Manusia selain sebagai makhluk individual, juga merupakan makhluk sosial. Tak ada satu pun individu yang dapat eksis tanpa bantuan individu lain disekelilingnya. Manusia satu sama lain adalah entitas yang saling berhubungan. Dengan ini kita sadari, kerjasama merupakan faktor terpenting yang mesti terjaga dalam setiap interaksi sosial kita. Secara fitrawi, manusia memiliki hasrat untuk berkumpul dan saling berinteraksi satu sama lain. Dari sinilah kebersamaan menjadi nilai tersendiri yang dibutuhkan dalam kehidupan ini. Dalam konteks tersebut, organisasi adalah keniscayaan yang lahir dari peroses kebersamaan itu.
Kumpulan bagian yang tak terpisah, itulah makna organisasi secara etimologis dari  organon” bahasa yunaninya. Ibarat tubuh manusia, ia terdiri dari kaki, tangan, kepala, mata, telinga, dll. Meskipun berbeda, semuanya adalah bagian yang saling berhubungan dan memiliki fungsi masing-masing yang saling mendukung. Apabila satu kesakitan maka yang lain ikut merasakan. begitulah bentuk solidaritas yang merupakan bagian dari makna kebersamaan itu sendiri.
Layaknya organ tubuh, manusia membentuk sebuah kebersamaan yang sistemik dari kesepakatan untuk saling terkait satu sama lainnya. Berangkat dari sebuah visi, terbangunlah komitmen untuk sebuah jalinan yang dilandaskan atas kesadaran tentang kesamaan. Sebuah perasaan senasib dan saling membutuhkan yang kemudian terlembagakan. Begitulah organisasi terbentuk dan mencerminkan corak individu serta mengakomodasi kebutuhan anggotanya.
Organisasi adalah sebuah proses, ia tak sebatas organ yang statis. Di dalamnya terdapat dinamika dalam setiap interaksi dan perjalanan roda kelembagaannya. Sebab ia adalah kumpulan individu yang menjadi bagian dari kebersamaan yang sadar. Sebagai individu, manusia memiliki sikap dan kehendaknya sendiri. Ketika ia mendapatkan individu dengan kehendak yang sama, maka terjadilah kerjasama untuk mewujudkan satu tujuan. Namun ketika perbedaan tujuan terjadi, ruang negosiasi kemudian terbuka untuk mengkomunikasikan semua kepentingan. Tapi jika negosiasi gagal, konflik akan terjdi bahkan salah satunya harus pergi dan mencari ruang lain dimana ia mendapatkan kebersamaan yang dikehendaki.
Kondisi diatas adalah kerangka dasar dari sebuah peroses kelembagaan. Berangkat dari kesadaran akan kedirian kita, hal ini untuk memahami posisi dan peran sebagai mahasiswa, khususnya ilmu pemerintahan Universitas Hasanuddin. Sebagai mahasiswa, kita dengan sadar menghimpunkan diri dalam Himpunan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan (HIMAPEM). Ia adalah persekuatan visi yang terlembagakan sebagai representasi tujuan mahasiswa ilmu pemerintahan. Begitu pula sekaligus konsekuensi logis dari pilihan kita terhadap progam studi ini. HIMAPEM adalah rumah pertama yang hadir mengawali titik gerak kemahasiswaan kita di Universitas Hasanuddin. Sebagai fase psikologis dari masa remaja menuju dewasa.
Mahasiwa dan lembaga kemahasiswaan adalah hal yang seharusnya tak terpisahkan. Lembaga adalah ruang sosial untuk mempraktekkan pengetahuan teoretik dibangku kuliah, dan mensinergiskannya secara akademis. Saat ini penting untuk mengembangkan tradisi aktif organisasi, dan cerdas dibangku kuliah. Hal tersebut adalah peroses pembelajaran berharga sebelum keluar dari kampus, sebagai sarjana yang berkualitas. Perlu pula disadari posisi dan peran pelanjut generasi serta kedudukan strategis kita sebagai aktor intelektual. Kaum terpelajar yang memiliki nilai tersendiri dalam ranah sosial kebangsaan kita. Mungkin tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa lembaga menempa kematangan individu seseorang, untuk siap menghadapi kondisi sosialnya kelak.
Seperti yang dijelaskan diatas, organisasi adalah sebuah ruang sosial wadah eksperimentasi bersama. Didalamnya kita belajar kecerdasan sosial yang sangat berharga. Mengenal karakter diri dan orang lain, saling memahami, belajar bekerja sama dalam konteks latar yang berbeda, dan mengembangkan wawasan serta kemampuan leadership dan manajerial kita. Disini pula kita bisa membangun jaringan kerjasama yang saling menopang, tidak hanya dalam konteks kemahasiswaan. Juga setelah sarjana pun suasana itu bisa tetap terbina, yang terjalin dalam kultur solidaritas kelembagaan sebelumnya. Ini adalah modal penting dan talenta yang secara khusus, mesti dimiliki oleh setiap orang untuk sukses.
Di ruang kuliah terbangun pola interaksi yang formal. Dalam proses kelembagaan, lebih lanjut kita bisa mengembangkan kreatifitas dalam pola yang berbeda. Pola interaksi dengan dosen atau birokrasi dapat lebih jauh dikembangkan dalam suasana kekeluargaan dengan harmonisasinya. Semua itu baru dapat terwujud jika ruang dialog tetap terjalin, membangun kesepahaman dan kultur lembaga dinamis yang kondusif. Semuanya berawal dari kesadaran akan urgensi lembaga terhadap kenyataan hidup kita hari ini, khususnya dalam ber-HIMAPEM. Sampai disini perkaderan menjadi hal yang sangat mendasar. Sebagai ruh organisasi yang ditiupkan dalam spirit generasi, pelanjut visi dan nilai lembaga yang terus terinternalisasi.
Karakter kelembagaan ini akan terus berkembang seiring dengan dinamika sosial dalam zaman yang terus bergerak. Ada yang datang silih berganti. Semua terangkai dalam suasana, bingkai generasi yang terus berlanjut. Secara universal dalam perkaderan HIMAPEM dipahami, setiap zaman melahirkan generasi yang mewarnai zamannya, dan setiap generasi memiliki spirit tersendiri dalam konteks zamannya. Artinya kita menghargai pluralitas dan latar belakang historis masing-masing. Dengan demikian, metodologi pengkaderan mesti adaptif dengan kondisi kekinian. Tapi secara umum ada spirit universal yang mesti hadir dalam kerangka acuan dan tetap relevan dalam konteksnya sendiri. Nilai ini menyangkut: mentalitas kader, intektualitas, humanisme, kebersamaan dan sinergitas generasi. Dengan ini kita menciptakan kader yang merdeka dan militan.
Pengkaderan mahasiwa sebenarnya dan seyogyanya merupakan jantung kegiatan kemahasiswaan dan menjadi program prioritas sebuah lembaga kemahasiswaan. Urgensi pengkaderan mahasiwa ini dapat dilihat dari pengadaan sumberdaya manusia adalah aset besar dan merupakan human investment baik dalam konstalasi pembangunan maupun dalam penciptaan tujuan aspek religiusitas.
Bentuk dan jenis pengkaderan kemahasiswaan yang dikenal selama ini dapat diklasifikasi atas 3 (tiga) bagian yaitu:
§  Bentuk Pengkaderan Formal 
Pengkaderan jenis ini biasanya disitilahkan dengan pengkaderan (training). Umumnya mulai perencanaan dan pelaksanaan kegiatan dikoordinir secara matang dengan matang dengan menggunakan indikator tertentu yang menjadi parameter dalam penilaian kualitas kader yang diinginkan dan berjenjang.
§   Bentuk Pengkaderan Informal 
Bentuk Pengkaderan Pengkaderan jenis ini diatur secara terprogram namun koordinasinya tidak terlalu membutuhan persiapan yang matang dan tidak mengenal perjenjangan. Juga biasanya dilakukan berdasarkan pada tingkat kepentingannya dalam memenuhi kebutuhan intelektual pengurus organisasi sebagi asset sumberdaya manusia.



§   Bentuk Pengkaderan Nonformal 
Bentuk ini juga tidak membutuhkan persiapan yang matang dan perjenjangan namun langsung melbatkan dalam hal-hal yang praktis dalam mengelola suatu kegiatan organisasi.
v  Tujuan pokok perkaderan
Yang dimaksud kader adalah anggota HIMAPEM yang merupakan bagian dari penopang dan penggerak organisasi. Mereka memiliki pemahaman akan visi HIMAPEM serta punya loyalitas untuk kerja-kerja lembaga. Lebih lanjut, hal ini senantiasa terinternalisasi dalam suatu peroses perkaderan. Proses ini pada dasarnya bertujuan untuk penanaman nilai-nilai identitas dalam kerangka pembentukan mentalitas kader, intelektualitas, humanisme, kebersaman dan sinergitas generasi.
Nilai universal ini dapat dijabarkan sebagai berikut :
Ø  Mentalitas kader
Kematangan diri secara psikologis yang tercermin dalam sikap dan moralitas individu dalam organisasi.
Ø  Intelektualitas
Kedalaman ilmu, keluasan wawasan, serta ketajaman analisis baik dalam profesionalitas kepemerintahan maupun pengetahuan umum.
Ø  Humanisme
Setiap manusia memiliki persamaan dalam fitrah kemanusiaannya. Kita memiliki inderawi, akal dan jiwa yang sama. Dari sinilah spirit universal menjadi dasar sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan. Dalam perspektif inilah kita bertindak berdasarkan kenyataan, rasionalitas dan intuisi manusiawi. Lebih jauh ini tercermin dalam etika kemanusiaan.
Ø  Kebersamaan
Harmonisasi dan interaksi yang terjalin erat dalam kultur lembaga yang solid, dinamis, komunikatif serta saling menghargai satu sama lain.
Ø  Sinergitas akademik
Rutinitas perkuliahan formal, tidaklah dipahami secara vis a vis (bertentangan) dengan aktifitas kelembagaan kita di HIMAPEM. Aktif berorganisasi, dan cerdas dibangku kuliah.
Ø  Sinergitas generasi
    Kesadaran akan tanggung jawab kader dalam setiap fase proses kelembagaan sebagai satu kesatuan sejarah dengan fase sebelumnya. Adanya pola perkaderan yang terus mereproduksi insan penerus organisasi. Disini ditegaskan pula interkoneksitas antar angkatan sebagai satu kesatuan yang harmonis.
v  Pengelolaan perkaderan
Ø Bagan alur konseptual perkaderan HIMAPEM                              

A
L
UM
N
N
I


I
M
A
P
E
M
 
                                                                        Sinergitas Generasi


 









                                                                     Sinergitas Generasi



Ø  Deskripsi alur perkaderan
·         Perkaderan tahap dasar
Perkaderan tahap dasar merupakan proses awal yang dilakukan secara berjenjang. Tiap fase masing-masing memiliki muatan khusus yang berkesinambungan. Perkaderan ini adalah pintu pertama yang mesti dilalui oleh seorang mahasiswa ilmu pemerintahan untuk memasuki ”rumah” HIMAPEM dan menjadi bagian dari keluarga besar Himpunan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan. Perkaderan ini meliputi :
Ø  OTONOMI
Orientasi Orang-orang Merdeka dan Militan (OTONOMI) adalah fase pertama dari perkaderan tahap dasar. Peroses ini adalah ranah sosialisasi, interaksi, dan pengenalan karakter dari mahasiswa baru. Hal ini untuk membangun ikatan awal tali silaturahim antar mahasiswa baru yang hadir dari berbagai latar belakang historis dimasa sekolah sebelumnya. Begitu pula antara mahasiswa yang ada di HIMAPEM yang duluan masuk dan berperoses di lembaga kemahasiswaan.
Menyikapi kebijakan dari rektorat tentang penerimaan mahasiswa baru, maka efektifnya perkaderan dilakukan satu bulan setelah PMB (penerimaan mahasiswa baru) oleh pihak kampus. Proses adaptif mesti dilakukan dengan lebih memfokuskan pada substansi nilai universal perkaderan yang telah kita rumuskan diatas.
Perpeloncoan, kekerasan, dll yang dipahami oleh pihak kampus terhadap perkaderan kita, hendaklah terbantahkan dengan kenyataan yang kita lakukan. Komitmen untuk konsisten pada substansi diatas, mesti dimiliki oleh seluruh komponen pelaksana perkaderan. Kitapun tentu tidak sepakat pada sesuatu yang bertentangan dengan humanisme, dan tindakan yang tidak mencerminkan intelektualitas kita sebagai kaum terpelajar. Kearifan untuk menerima kenyataan dan kesiapan menghadapi setiap perubahan, mesti terpatri dalam pribadi kita masing-masing. Wilayah sosial adalah ranah yang dinamis, di situ kita hidup dengan segala dialektikanya.

Ø  Bias
Bina aksi sosial (BIAS) merupakan fase lanjutan dari perkaderan tahap dasar HIMAPEM. Menandai mahasiswa baru sebagai anggota HIMAPEM yang telah diterima sebagai keluarga besar Himpunan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan.
Hal ini adalah implementasi dari pengetahuan yang telah ditransformasikan pada fase sebelumnya. Muatan BIAS lebih pada pemahaman dasar prilaku sosial dan pengenalan praksis kemasyarakatan. Mahasiswa baru diajak untuk melihat dan menganalisis fenomena sosial lebih dekat. Hal ini lebih jauh membina awal kebersamaan dan harmonisasi kelembagaan, setelah interaksi perkaderan yang telah lama terbangun sebelumnya.
Ø  LKP
Latihan kepemimpinan pemerintahan adalah (LKP) adalah fase terakhir untuk membina mahasiswa baru dalam aspek kognitifnya. Forum dilakukan didalam ruangan dengan metode ceramah dan diskusi. Seluruh rangkaian LKP memiliki muatan intelektual yang mengarah pada dasar profesionalitas keilmuan yang berhubungan dengan ilmu pemerintahan, kepemimpinan, wawasan umum, dan pengetahuan penting yang disinergiskan dengan kultur kelembagaan dan kemahasiswaan secara umum.
·         Perkaderan Tahap Lanjutan
Internalisasi visi lembaga adalah peroses yang berjalan secara terus menerus. Hal ini memiliki dinamika dan tahapannya tersendiri, sesuai dengan tingkatan dan peroses yang telah dilalui khususnya anggota Himapem. Substansi pembelajaran itu sendiri, adalah ketika kita telah melewati masa pra anggota. Disinilah karakter yang sesungguhnya dalam kedirian tiap individu, muncul dengan lebih jelas lagi. Ditahap ini seseorang lebih bebas dalam memilih dan membentuk alur perjalanan kemahasiswaannya, ditengah berbagai pilihan dan dialektika hidup yang lebih kompleks.
Perkaderan fase lanjutan yang lebih terarah diharapkan dapat membentuk karakter kepribadian dan keilmuan yang lebih mapan. Pada tahap ini, aspek keilmuan menjadi patokan utama untuk ditransformasikan lebih dalam lagi. Perkaderan tahap lanjutan ini diadakan dengan bentuk :
Ø  Fase pengembangan
ü  LKPTM (Latihan Kepemimpinan Pemerintahan Tingkat Madya)
Tahap ini merupakan tindak lanjut dari kegiatan LKP. LKPTM diadakan dengan metode saringan yang lebih ketat. Untuk menjadi peserta, setiap anggota mesti lulus kualifikasi yang diatur tersendiri oleh penanggung jawab kegiatan. LKPTM juga dapat diselenggarakan dalam tingkat nasional maupun lokal dan internal HIMAPEM sendiri. 
Ø  Fase pemantapan
ü  LK III (Advanced Trainning)
LK III merupakan fase lebih lanjut setelah LKPTM. Kegiatan ini secara umum tidak berbeda dengan LKPTM. Tapi secara khusus, LK III lebih terarah pada peningkatan mutu individu kader. Lebih jauh lagi peserta dituntut untuk memiliki kemampuan praksis yang lebih mapan lagi.
·         Latihan khusus
Latihan khusus yaitu kegiatan yang diperuntukkan bagi peningkatan kapasitas anggota dalam bidang tertentu, atau sebagai pemantapan  dan pengembangan latihan umum. Hal ini dilakukan guna memelihara kesinambungan, serta menunjang kemampuan anggota dan kinerja organisasi. Kegiatan ini bisa saja berupa :
ü  Up Grading
ü  Mentoring
ü  Kajian-kajian dan diklat-diklat lainnya
ü  Kursus-kursus
ü  Dll
Rangkaian kegiatan ini sebagai rekayasa psikologis bagi mahasiswa adalah hal yang sangat penting karena peran mahasiswa culup strategis dalam konstalasi apapun. Inilah kekutan utama  mahasiswa yang kurang disadari oleh mahasiswa itu sendiri. Oleh karena itu, urgensi pengkaderan bagi mahasiwa merupakan sentral arena pembentukan kepribadian melalui  rekayasa psikologis yang akan bermuara pada rekayasa sosial secara makro. Namun HIMAPEM bukan hanya sebatas pengkaderan formal, keaktifan dan loyalitas perlu ditunjukkan dalam hari-hari kita berlembaga. Bukan hal yang akan kita lihat hasilnya, tapi nikmati prosesnya.
Jauh dalam perenungan yang mendalam, kita temukan substansi kedirian. Sebuah hakekat tentang individu dan masyarakat. Hasrat untuk berkelompok dan kebutuhan untuk saling membantu. Tak dapat dipungkiri, kerjasama adalah hal yang penting bagi setiap manusia. Kesadaran inilah yang mengantar kita pada arti pentingnya sebuah organisasi. Sebuah organisasi yang secara khusus kita bicarakan dalam konsep pengkaderan HIMAPEM ini.
HIMAPEM adalah konsekuensi logis dari pilihan kita. Ia hadir sebagai fakta historis, perjalanan panjang mahasiswa Ilmu Pemerintahan dari generasi ke generasi. Perjalanan itu harus terus terjaga, hingga dalam hal ini gerak adalah niscaya adanya. Sebuah gerak internalisasi nilai dan visi, yang terus ditransformasi dalam sinergitas generasi. Dengan demikian perkaderan menjadi hal yang lebih penting lagi. Sebagaimana termaktub diatas, ada nilai yang menjadi spirit yang seyogyanyalah ia hadir mengiringi setiap proses kita ber HIMAPEM. Nilai universal yang diharapkan terpatri dalam diri kita untuk dengan tulus mengambil bagian dalam peroses perkaderan ini.
Semoga pemaparan sederhana ini dapat menjadi acuan bersama bagi kita. Sama-sama bercermin menatap diri, mengoreksi, dan memperbaiki sebelum selanjutnya melihat orang lain. Saling mengingatkan dalam peroses kelembagan ini, tentu kita ingin ia menjadi lebih bermakna dalam lembar jejak hidup kita. Akhirnya akan sadar juga, bahwa masa mahasiswa adalah masa yang tentatif, Ia dibatasi oleh ruang dan waktu. Sebelum segalanya berakhir, lukislah kisahmu dalam ukiran yang terindah. Tiap orang memiliki satu detik, menit, jam, dan hari yang sama dalam hidup ini. Yang berbeda adalah bagaimana menyikapi tiap waktu yang kita miliki. Sebuah peroses menapaki relitas dengan segala dianamikanya.

2.4.  Meneropong Pergerakan Mahasiswa
Mahasiswa. Satu kata namun sarat akan makna Heroik dan Patriotisme. Satu kata yang menumbangkan ribuan kata tanpa makna dari manusia yang enggan peduli akan nasib rakyat dan bangsanya. Satu kata yang mengukir sejarah dengan pikir, keringat dan bahkan darahnya. Kemarin, hari ini dan esok, tetap saja mahasiswa adalah mahasiswa yaitu salah satu elemen bangsa yang bergerak dan memberontak berdasarkan dorongan Intelektual dan nurani yang suci akan bencinya terhadap ketidakadilan dan hak-hak rakyat yang terabaikan. .
Sejarah peradaban Indonesia telah bersaksi bahwa Pemuda dan dalam hal ini adalah Mahasiswa selalu menjadi pelopor perjuangan untuk bergerak memperoleh hak-hak bangsanya dan rakyatnya. Budi Oetomo (1908) merupakan organisasi modern yang dimotori oleh Pemuda kaum intelektual yang merasa resah melihat nasib bangsanya. Indonesische Vereeninging (1922) didirikan oleh salah satu tokoh proklamator yaitu Moh. Hatta ketika ia dan beberapa rekan-rekan mahasiswa Indonesia lainnya kuliah di Rotterdam Belanda yang senantiasa melontarkan propaganda kemerdekaan Indonesia dan memiliki misi untuk menumbuhkan semangat dan kesadaran rakyat untuk merebut hak-hak mereka dari penindasan kolonialisme.
Kelompok-kelompok Studi Mahasiswa semakin gencar melakukan propaganda kemerdekaan Indonesia, setiap harinya gerakan mereka semakin radikal karena memang mendapatkan dukungan dari rakyat hingga puncaknya adalah timbulnya kesadaran untuk membuat gerakan yang sifatnya nasional hingga tercetuslah peristiwa bersejarah yaitu Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 melalui Kongres Pemuda II.
Momentum sumpah pemuda secara filosofis mengumandangkan semangat persatuan dan kesatuan seluruh elemen bangsa khususnya adalah pemuda sebagai motor penggerak perubahan pada masa itu. Momentum ini juga yang akhirnya meletup bagaikan bom waktu yang suatu saat siap meledak. Maka tercapailah salah satu cita-cita perjuangan kaum Intelektual ini yaitu setelah diproklamirkannya kemerdekaan Bangsa Indonesia pada  17 agustus 1945 dan lagi-lagi sejarah telah mencatat kiprah gemilang kaum Intelektual ini.
Pasca kemerdekaan bukan berarti mahasiswa dapat “Pensiun” dari aktifitas pergerakannya, karena ternyata pergerakan demi pergerakan harus terus bergolak untuk terus menggagas kesejahteraan bagi bangsa dan Rakyat Indonesia dan pergerakan pun harus senantiasa bergulir untuk melawan rezim tirani Orde Baru yang sarat akan tindakan refresif dari rezim penguasa yang tak sedikit memakan korban nyawa dari mahasiswa. Mulai dari perlawanan mahasiswa yang anti modal asing ketika Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka berkunjung ke Indonesia pada Januari 1974 yang berujung pada demonstrasi mahasiswa dan penangkapan Aktivis mahasiswa oleh aparat. Dan peristiwa ini dikenal dengan peristiwa MALARI (Malapetaka Lima Belas Januari).
Tak hanya penangkapan dan sikap refresif yang dilakukan oleh rezim tirani ini, tetapi juga pembekuan gerakan mahasiswa yang disebut dengan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) pada 1979. Tetapi mahasiswa tak mau diam dan menyerah dengan ketidakadilan ini dan mereka mulai bergerak tanpa lembaga-lembaga kampus namun melalui lembaga-lembaga ekstra kampus yang ternyata terbukti efektif. Yang akhirnya terjadi salah satu peristiwa besar dalam sejarah pergerakan mahasiswa yaitu tumbangnya rezim tirani orde baru yang ditandai lengsernya Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998. Dan secara jujur sejarah telah mengakui bahwa kaum muda intelektual memiliki posisi yang penting dalam mengusung perubahan bangsa dan menggagas nasib bangsa.
Semua hal tadi kini telah menjadi sejarah, tidak boleh dilupakan begitu saja namun adalah salah besar apabila mahasiswa terpaku dalam romantisme pergerakan di masa lalu tersebut. Setiap masa memiliki masalahnya tersendiri, namun pada hakikatnya pada setiap masa memiliki permasalahan utama yaitu adanya penyelewengan-penyelewengan terhadap hak-hak rakyat. Jika pada masa lalu pemuda berjuang untuk mengusir kolonialisme fisik maka hari ini mahasiswa sedang berjuang untuk melawan neo-kolonisme dan neo-imperiliasme baik yang datang dari luar maupun dari penjajah dalam negeri.
Indonesia saat ini sedang dipimpin oleh Pemerintah yang amat lemah dalam sistem pemerintahannya dan amat pengecut. Hal ini dapat dilihat dengan begitu mudahnya Indonesia diintervensi oleh asing. Mulai dari privatisasi sampai liberalisasi ekonomi yang berujung pada penjualan aset-aset strategis bangsa yang seharusnya dinikmati oleh rakyat. Dalam hal ini pemerintah telah melakukan tindakan inkonstitusional karena telah mengabaikan suatu nilai dalam UUD 1945 yaitu Pasal 33 yang menyatakan bahwa sumberdaya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara, namun pada kenyataannya sebagian besar Aset nasional dikuasai oleh asing. 90% produksi Migas dikuasai oleh 6 perusahaan Asing sepert Exxon Mobil (USA), Total (Perancis), Vico, Conoco Philips, BP dan Chevron (sumber: eramuslim).
Bisa jadi permasalahan hari ini lebih parah dibandingkan masa lalu, karena secara terang-terangan pemerintah memberikan perhatian khusus kepada pihak asing untuk dapat mengeksplor hasil kekayaan Indonesia dan lebih parahnya adalah rakyat tidak pernah mengetahui kebusukan ini dan selalu saja menjadi korban dari kebijakan pemerintah yang tak pernah bijak. Berikut ini adalah sejarah singkat perjalaan pergerakan kemahasiswaan yang kami kategorikan tiga zaman pergerakan, yaitu :

1.      Pergerakan tahun 1966
Pergerakan mahasiswa ditandai dengan pembentukan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) tanggal 25 Oktober 1966 yang merupakan hasil kesepakatan sejumlah organisasi yang berhasil dipertemukan oleh Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pendidikan (PTIP) Mayjen dr. Syarief Thayeb, yakni HMI,PMII,Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Sekretariat Bersama Organisasi-organisasi Lokal (SOMAL), Mahasiswa Pancasila (Mapancas), dan Ikatan Pers Mahasiswa (IPMI). Tujuan pendiriannya, terutama agar para aktivis mahasiswa dalam melancarkan perlawanan terhadap PKI menjadi lebih terkoordinasi dan memiliki kepemimpinan. Munculnya KAMI diikuti berbagai aksi lainnya, seperti Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI), dan lain-lain.
Pada tahun ini, pemuda dan mahasiswa Indonesia banyak terlibat dalam perjuangan yang ikut mendirikan "Orde Baru" . Gerakan ini dikenal dengan istilah Angkatan '66, yang menjadi awal kebangkitan gerakan mahasiswa secara nasional, sementara sebelumnya gerakan-gerakan mahasiswa masih bersifat kedaerahan. Tokoh-tokoh mahasiswa saat itu adalah mereka yang kemudian berada pada lingkar kekuasaan Orde Baru, di antaranya Akbar Tanjung, Cosmas Batubara, Sofyan Wanandi, Yusuf Wanandi, dll. Angkatan '66 mengangkat isu Komunis sebagai bahaya laten negara. Gerakan ini berhasil membangun kepercayaan masyarakat untuk mendukung mahasiswa menentang Komunis yang ditukangi oleh PKI(Partai Komunis Indonesia). Setelah Orde Lama berakhir, aktivis Angkatan '66 pun mendapat hadiah yaitu dengan banyak yang duduk di kursi DPR/MPR serta diangkat dalam kabibet pemerintahan Orde Baru. Di masa ini ada salah satu tokoh

2.      Pergerakan tahun 1990-an
Isu yang diangkat pada era gerakan ini sudah mengkerucut yaitu penolakan peberlakuan terhadap NKK/ BKK ( Normalisasi Kehidupan Kampus) Yang membentuk Dewan Mahasiswa / DM dan Badan Eksekutif Mahasiswa BEM Pemberlakuan NKK/BKK Mengubah pormat organisasi Mahsiswa seperti ini menjadikan de4ngan melarang Mahasiswa terjun kedalam Politik Praktis yaitu dengan SK mentri pendidikan dan kebudayaan No 04 57/0/1990 tentang pola pembinaan Edan perkembangan Mahasiswa pada tingkat Perguruan Tinggi Bernama SMPT ( Senat Mahaswa Perguruan Tinggi ).
Organisasi kemahasiswaan seperti ini menjadiakan aktivitas Mahasiswa dalam posisi mundur karena pihak rektorat yang nota banenya panjang perpanjangan pemerintah lebih leluasa dan dilegalkan untuk mencekal aktivis Mahasiswa yang berbuat over bahkan tidak segan segan untuk mendoktrin mahasiswa hanya dituntuk kuliah dan kuliah saja. Di kampus intel-intel perkeliaran pergerakan mahasiswa dimatai matai maka jangan heran jika misalnya hari ini menyusun tragedi demo,besoknya aparat sudah siap siaga karena banyak intel berkedok mahasiswa.
Pemerintah orde baru pun mengembangkan opini adanya pergerakan sekelompok orang yang berkeliaran di masyarakat dan Mahasiswa dengan sebutan OTB (Organisasi Tanpa Bentuk ) Masyarakat pun termakan dengan opini adanya pergerakan sekelompok orang ini identik dengan Gerakan Komonis. Yang sangat idealis, yang sampai sekarang menjadi panutan bagi mahasiswa-mahasiswa yang idealis setelah masanya,dia adalah seorang aktivis yang tidak peduli mau dimusuhi atau di dekati yang penting pandangan idealisnya tercurahkan untuk bangsa ini, dia adalah Soe Hok Gie.

3.      Pergerakan tahun 1998
Gerakan 1998 menuntut reformasi dan dihapuskannya "KKN" (korupsi, kolusi dan nepotisme) pada 1997-1998, lewat pendudukan gedung DPR/MPR oleh ribuan mahasiswa, akhirnya memaksa Presiden Soeharto melepaskan jabatannya. Berbagai tindakan represif yang menewaskan aktivis mahasiswa dilakukan pemerintah untuk meredam gerakan ini di antaranya: Peristiwa Cimanggis, Peristiwa Gejayan, Tragedi_Trisakti, Tragedi Semanggi I, Tragedi Lampung. Gerakan ini terus berlanjut hingga pemilu 1999. Gerakan mahasiswa Indonesia 1998 adalah puncak gerakan mahasiswa tahun sembilan puluhan yang ditandai tumbangnya Orde Baru dengan lengsernya Soeharto dari kursi kepresidenan, pada tanggal 21 Mei 1998. Berbagai kesatuan aksi diberbagai daerah muncul untuk menentang rezim Suharto.
Di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Solo, Bali, Malang, Surabaya, Medan, Aceh, dan lain-lain lahir puluhan kesatuan aksi yang konsisten menentang kebijakan dan keberadaan rezim Suharto. Gerakan yang menuntut reformasi dan dihapuskannya "KKN" (korupsi, kolusi dan nepotisme) pada 1997-1998 ini, harus berhadapan dengan berbagai tindakan represif yang menewaskan 4 aktivis mahasiswa Trisakti. Peristiwa Gejayan, Tragedi Trisakti, Tragedi Semanggi I dan II , Tragedi Lampung adalah bukti lainnya upaya represif Soeharto untuk meredam gerakan ini.
Setelah bergulirnya reformasi pada tahun 1998, pergerakan mahasiswa dihadapkan pada pluralitas gerakan yang sangat tinggi. Mahasiswa pada saat ini memilikigaris perjuangan dan agenda yang berbeda dengan mahasiswa lainnya. Pergerakan mahasiswa di tahun 2008 ditandai dengan dinamika yang jauh berbeda dengan masa-masa sebelumnya. Masa ini ditandai dengan tantangan yang kompleks, baik dari sisi internal maupun eksternal. Selain itu, munculnya berbagai macam kepentingan mahasiswa ikut mewarnai dinamika sejarah pergerakan mahasiswa di Indonesia.
Periode 10 tahun pasca reformasi 1998 ternyata kondisi bangsa Indonesia masih saja stagnan rakyat miskin masih ada dimana-mana, harga bahan pokok semakin melambung naik, kesehatan semakin tidak diperhatikan dengan banyaknya pemilik askeskin yang tidak diterima oleh rumah sakit, penyakit bermacam-macam muncul, kualitas pendidikan nasional semakin menurun padahal biaya pendidikan semakin mahal, dan masih banyak hal lain yang jika disebutkan dalam tulisan ini tidak akan muat. Mahasiswa yang notabenenya adalah agen perubah sudah sepatutnya melakukan perubahan untuk kemajuan bangsa dengan hal yang konstruktif dan solutif untuk mengatasi semua permasalahan bangsa tersebut.
2.5.  Menuju HIMAPEM yang Berwibawa dan Paripurna
Saat ini kita hidup di masa ini dan di hari ini, namun ada yang harus kita persiapkan guna menuju hari esok. Tentu saja kita harus banyak mempelajari sejarah terdahulu. Pada hakikatnya pergerakan mahasiswa kemarin, hari ini dan esok berangkat dari letupan intelektual yang gelisah karena terus menerus dibohongi oleh tangan-tangan kotor asing dan perampok dalam negeri dan berangkat dari hati nurani yang tulus dan berani untuk mengatakan bahwa hitam adalah hitam dan putih adalah putih.
Sebagai bagian dari pemuda, mahasiswa juga memiliki karakter positif lainnya, antara lain idealis dan energik. Idealis berarti (seharusnya) mahasiswa masih belum terkotori oleh kepentingan pribadi, juga belum terbebani oleh beban sejarah atau beban posisi. Artinya mahasiswa masih bebas menempatkan diri pada posisi yang dia anggap terbaik, tanpa adanya resistansi yang terlalu besar. pemuda biasanya siap sedia melakukan 'kewajiban' yang dibebankan oleh suatu ideologi manakala dia telah meyakini akan kebenaran ideologi itu. Sebagai contoh adalah para shahabat yang bahkan siap meninggalkan malam pertamanya manakala mendengar perintah jihad.
Ketiga misi perguruan tinggi itu dinamakan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Setiap perguruan tinggi mengembang tugas melaksanakan Tri Dharma ini tanpa berat sebelah. Inilah yang membedakan perguruan tinggi dengan sekolah. Dibangku sekolah cukup di beri ”menu” pendidikan-pengajaran , di perguruan tinggi harus dilengkapi dengan penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Sekolah cukup bertugas meluluskan siswa-siswanya, sedangkan di perguruan tinggi  tidak sekedar mencetak sarjana. Namun juga harus mengembangkan ilmu pengetahuan melalui penelitian dan bertanggung jawab membangun  dan mengembangkan masyarakat.   
Kalau alam perguruan tinggi terbelenggu pada rutinitas perkuliahan, lantas apa bedanya dengan sekolah?  Kalau demikian halnya, maka perguruan tinggi tak ubahnya dengan sebuah “SD Besar”, karena daya tampung biaya penyelenggaraan serta muridnya sudah lebih besar.
Tugas perguruan tinggi itu jauh lebih berat dari sekedar melaksanakan pendidikan-pengajaran. Perguruan tinggi mesti syarat dengan kegiatan dan hasil penelitian, serta, melaksanakan pengabdian pada masyarakat atas dasar hasil penelitian itu. Dalam dharma pendidikan pun mahasiswa mesti dikenalkan dengan budaya akademik, dalam bentuk forum-forum ilmiah. Misalnya selama menjadi mahasiswa minimal sudah terlibat aktif dalam sekian kali seminar, sekian kali diskusi panel dan lain sebagainya. Mereka juga harus pernah melakukan penelitian, baik kolektif maupun sendiri. Dan tentunya juga pernah melakukan pengabdian pada masyarakat minimal pada saat KKN.
Hal-hal semacam itu meski tidak diwajibkan semestinya mahasiswa merasa berkewajiban. Karena jika mereka tidak merasa terpanggil untuk melakukannya, sebenarnya mereka sendirilah yang rugi. Berarti ada dunia yang mereka tidak jelajahi. Padahal dunia itu adalah dunia yang ikut ambil bagian dalam membentuk dirinya menuju kesempurnaan diri sebagai akademisi.
Mayoritas mahasiswa jika ditilik dari latar belakang keluarganya hingga saat ini adalah generasi pertama yang mengenyam pendidikan tinggi. Artinya orang tua mereka sebagian besar belum pernah merasakan, duduk di bangku kuliah bahkan mungkin masih ada dari keluarga yang buta huruf. Latar belakang status seperti ini  bisa merangsang tumbuhnya kesadaran kelas bagi sementara mahasiswa. Yang terkena rangsang umumnya yang memiliki tingkat kecerdasan di atas rata-rata mahasiswa. Tapi juga ada yang justru karena ketidakmampuannya untuk berprestasi dalam studi; sehingga rangsangan tumbuhnya kesadaran kelas yang di maksudkan sebagai tempat berkompotensi. Mereka ini melakukan “mobilisasi diri"   untuk menggugat status yang diwarisi dari keluarganya itu yang pada giliran berikutnya ingin membuat “lompatan status”. Dengan demikian, mahasiswa ini merasa terpanggil sekaligus memiliki beban status atas nama dirinya sendiri dan keluarganya. Keluarga merupakan “group of reference” : yang paling domonan, nilai-nilai yang dijunjung oleh keluarga sebagai “frame of reference” dalam rangka membuat lompatan status. Karena itu jika kebetulan dari keluarga agamis, maka juga akan giat organisasi keagamaan. Kalau anak pamong desa akan memilih jurusan yang bisa jadi batu loncatan jadi pejabat di atas pamong. Kalau kebetulan anak tengkulak maka ia ingin menjadi seorang ekonom kelak. Inilah yang kita sebut mahasiswa gaya unjuk diri.
Berbeda dengan mahasiswa utuh, mahasiswa unjuk diri ini kurang atau tidak hanya mencurahkan perhatiannya pada studi. Mereka beranggapan bahwa untuk memperoleh pembenaran diri, bahwa dia telah melakukan lompatan status, tidak cukup lewat studi. Tapi harus melibatkan diri berperan dalam kawasan kegiatan yang lebih luas tidak sekedar berkuliah, baik dari luar maupun terutama di dalam kampus.
Mahasiswa unjuk diri selalu didera oleh keinginan untuk menonjol, jadi pusat perhatian, ingin diperhitungkan. Untuk forum-forum yang serius, organisasi kemahasiswaan, baik intra maupun ekstra universitas menjadi ajang unjuk diri mereka. DR. Sarlito Wirawan mengategorikan gaya ini sebagai gaya mahasiswa aktivis. Sengaja tidak disebutkan begitu, karena hemat saya sebutan seperti itu terlalu membebani. Dulu dari mahasiswa yang bergaya ini memang muncul menjadi tokoh kaliber nasional, tapi untuk saat sekarang tampaknya semakin tidak mungkin, karena sistem pembinaan mahasiswa yang kurang memberi keluasaan mahasiswa bisa terlibat forum-forum nasional.
Peran kepemimpinan yang dibawa oleh mahasiswa itu tidak terlepas dari sebutan mereka sebagai “kaum intelektual muda”. Sementara sebutan kaum intelektual diberikan kepada kalangan yang telah mapan dalam sektor-sektor kemasyarakatan. Katakanlah mereka yang berada di lembaga-lembaga ilmiah, pers, budayawan/seniman maupun yang sama sekali sendirian. Kalau kita lihat, mereka mempunyai derajat keterikatan yang lebih mengikat dibanding dengan mahasiswa. Apakah dalam bentuk keterikatan birokratis, finansial maupun ideologi.
Mahasiswa, yang berada dalam posisi proses belajar dimana belum memiliki norma-norma ilmiah yang seutuhnya, sehingga dalam posisi ini mereka relatif tidak mempunyai keterikatan yang ketat. Di sisi lain, mereka selalu diajarkan hal-hal yang seharusnya (das sollen) seperti obyektifitas, demokrasi, efisiensi, efektifitas dan seterusnya. Dengan kondisi yang sedemikian menempatkan mahasiswa dalam peran dan posisi yang relatif bebas dan sikap-sikap yang spontan. Bila hal ini dapat kita terima, maka agaknya dapat disimpulkan bahwa intektual sejati hanya mungkin dimiliki oleh mahasiswa atau mereka yang mempunyai derajat independensi dan spontanitas yang memadai.
Dengan kaca mata ini semakin istimewalah peran serta posisi mahasiswa, sekaligus semakin berat yang harus dipikulnya. Di dalam proses-proses yang berlangsung tak kurang sulit serta kompleksnya, sehingga di dalam mekanisme  yang terjadi perlu suatu permainan dalam dinamika intern mahasiswa. Aturan permainan ini, dimaksudkan untuk mengatur lalu-lintas berpikir  dan bertindak dalam proses-proses kemahasiswaan. Untuk mudahnya aturan permainan ini kita sebut dengan “demokrasi”, sebagai istilah seperti halnya konsensus dalam bernegara serta berbangsa di republik ini.
Padahal, dalam berbagai lintasan sejarah, dapat disimpulkan bahwa ada dua model umum bagi kaum muda dalam menyampaikan kritiknya.
Pertama, Melalui gerakan aksi turun ke jalan. Bentuk gerakan ini, mulai dari demonstrasi, mimbar bebas, sampai pada aksi berbaris massal mendatangi sejumlah intansi yang diperkirakan dapat menyelesaikan persolan yang dikeluhkan oleh kaum pelajar. kritik-kritik dalam bingkai aksi turun kejalan sudah terasa mandul, sehingga perlu ada gerakan-gerakan di luar itu guna menyuarakan aspirasi masyarakat. Nyatanya, tradisi turun ke jalan kerapkali menjadi pemandangan yang sering kita jumpai di berbagai media, baik media elektronik maupun cetak. Alih-alih rasa perjuangan tanpa pamrih, kesadaran kolektifitas, tetesan darah dan air mata pun menajdi melekat di jiwa generasi bangsa.
Kedua, Gerakan Intelektual. Gerakan ini biasanya dilakukan oleh generasi muda melalui berbagai kajian, diskusi, talk sow, seminar sehari dan pertemuan ilmiah, baik di dalam maupun luar kampus. Namun, kegiatan itu, dinilai oleh sebagian mahasiswa merupakan gerakan lamban dan tak begitu membuahkan hasil yang memuaskan.
Aksi protes mahasiswa sebetulnya tak perlu ditakuti, kalau pemerintah merasa takut terhadap aksi protes mahasiswa tegakkanlah keadilan, berantas korupsi, kembalikan hak rakyat, ciptakan pemerataan, hilangkan kebiasaaan kongkalikong dengan penguasa dan jalankan demokrasi yang benar. Aksi mahasiswa tak bisa diredam dengan undang-undang, tindakan persuasif maupun refresif. Selama masih ada ketidakadilan, korupsi, penindasan hak asasi, otoritarian, aksi protes dari mahasiswa maupun rakyat akan selalu bermuncul kendati dalam bentuk yang berbeda-beda.
Terakhir ada dua kata kunci yang perlu diingat dalam melakukan perubahan ini, yang pertama adalah pembinaan (pengkaderan) sehingga akan memberikan pemahaman dan motivasi yang langgeng. Dan yang kedua adalah kerja keras dengan beramal, karena Allah SWT hanya menilai amal dan usaha kita bukan hasil dari usaha kita.
Selaku Bakal Calon Presiden dan Wakil Presiden HIMAPEM Periode 2010-2011 Isgunandar-Ashar Prawitno menilai modal dan strategi dasar yang harus dimiliki kader HIMAPEM ke depannya yang ingin menjadi aktifis pergerakan dapat digambarkan sebagai berikut:
pergerakanmahasiswa.jpg
  • Jaga prestasi akademik, tugas utama mahasiswa adalah belajar, karena kedudukan di kampus membawa implikasi bahwa mahasiswa adalah seorang akademisi, pemikir, bergerak secara logis dan terukur. Kualitas intelektual kita terukur lewat nilai-nilai dari mata kuliah yang kita ikuti. Ingat bahwa teriakan berantas kebodohan, menggelikan ketika keluar dari mulut mahasiswa yang bodoh!
  • Madzab, pemikiran dan strategi pergerakan mahasiswa juga harus dikuasai. Ini bisa dilakukan dengan banyak membaca sejarah pergerakan mahasiswa di berbagai negara lain, membaca biografi tokoh pergerakan mahasiswa dimanapun berada, dan tentu saja yang sangat urgent adalah sejarah dan benang merah pergerakan mahasiswa di Indonesia. Jangan sampai mahasiswa mengulang kesalahan yang dilakukan mahasiswa di era sebelumnya.
  • Benih-benih entrepreneurship harus dipupuk sejak masa mahasiswa. Mahasiswa harus berusaha mengatasi masalah finansial, karena kita harus memberikan teladan dan success story kepada masyarakat berhubungan dengan kemandirian finansial. Ingat, mahasiswa pemalas yang tidak bebas dari penyakit finansial, absurd ketika berteriak bebaskan rakyat dari kemiskinan. Kemandirian organisasi dan personelnya dari “sumbangan” pihak lain yang punya kepentingan, membuat independensi organisasi mahasiswa terjaga. Membuat teriakan kita tetap lantang kepada siapapun tanpa pandang bulu.
  • Konsistensi perjuangan adalah kekuatan karakter aktifis mahasiswa. Pahami hakekat dari kritik-kritik yang kita lakukan. Logikanya mahasiswa koruptor jam kuliah, tidak pantas berteriak anti-korupsi. Think globally, but act locally.
  • Public speaking dan leadership, faktor penting dalam mempengaruhi orang, karena tidak mungkin mahasiswa dengan leadership dan public speaking yang buruk mengkritik kepemimpinan nasional
  • Opini lewat tulisan adalah faktor penting dalam teknik mempengaruhi ala mahasiswa. Kualitas pikir seseorang diukur dari kualitas tulisan yang dihasilkan. Pergerakan mahasiswa tak akan lepas dari masalah intelektualitas, daya pikir, daya kreatif dan perilaku berbasis otak yang lain.
            Peran mahasiswa dalam setiap zaman dan perubahan kondisi sosial, ekonomi, politik dan budaya senantiasa inheren dan vital dalam kehidupan bernegara. Tak bisa kita pungkiri bahwa cikal-bakal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah berkat jasa-jasa para mahasiswa. Segala perubahan-perubahan yang terjadi memang tidak sepantasnya mahasiswa berdiam diri membiarkan keserakahan, penindasan dan kejahatan politik lainnya kita biarkan. Karena diamnya mahasiswa dalam merespon perubahan-perubahan tersebut akan membawa dampak tertentu yang pada gilirannya akan menenggelamkan reputasi mahasiswa Indonesia pada khususnya.
1.  Inventarisasi Sumberdaya Mahasiswa
            Secara umum dapat diketahui bahwa setiap mahasiswa mempunyai sumber daya atau capability tertentu yang dimilikinya. Diantaranya kemampuan dalam memimpin, kemampuan bernalar, kemampuan dalam hal materi (harta, dll) dan kemampuan lainnya. Dari sederet sumberdaya itu, dituntut kemampuan lembaga kemahasiswaan untuk bagaimana me-manage dan mengarahkan pada tujuan organisasi yang telah ditentukan sebelumnya.
            Menghimpun aset-aset yang dimiliki mahasiswa untuk diarahkan pada tujuan yang ditentukan sebetulnya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ini dibutuhkan suatu pendekatan khusus (special approach), dimana para mahasiswa tertarik untuk bergelut dan beraktualisasi dalam lembaga kemahasiswaan. Seperti diketahui pola pergaulan sesama mahasiswa memiliki cirri-ciri dan pola-pola tertentu untuk mendekatinya. Hubungan yang akrab, solid, tanggung jawab dan semangat yang tinggi adalah salah satu ciri utama. Apalagi kalau ditunjang dengan visi dan misi yang cenderung searah.
2.  Mendorong Partisipasi Aktif Mahasiswa.
            Untuk menolehkan sejenak pandangan mahasiswa bahwa sebenarnya beraktualisasi dan kegiatan dalam lembaga kemahasiswaan sebagai bekal dalam kehidupan kita nantinya di masyarakat kelak, ada tawaran-tawaran pemikiran/gagasan yang mungkin perlu di stressing, yakni :
-          Mendesain lembaga kemahasiswaan yang dinamis dan kondusif.
                        Di sini dimaksudkan bahwa proses beraktualisasi dalam kehidupan berlembaga senantiasa penuh dengan dinamika yang tinggi meskipun berupa pergolakan dan konflik. Karena sesungguhnya konflik tidak selamanya akan mendatangkan resiko kehancuran organisasi. Tentunya ini dibarengi dengan kecakapan penguasaan manajemen konflik oleh para pelaku-pelaku yang terlibat.
-          Pelembagaan kepentingan mahasiswa
                        Di sini dimaksudkan bahwa lembaga kemahasiswaan harus membuat wadah atau kegiatan yang banyak diminati oleh mahasiswa. Hendaknya kita jadikan suatu moment yang bisa menarik mereka atau paling tidak kita bisa menciptakan suatu anggapan  bahwa tidak ada hal yang perlu ditakuti ataupun dijauhi dari lembaga dalam hal ini himpunan mahasiswa pemerintahan (HIMAPEM).
-          Memberikan suatu tantangan dalam beraktifitas.
                        Maksudnya, bahwa dalam melakukan aktifitas, ada satu tantangan atau ujian-ujian incidental untuk membuat para mahasiswa betah. Tantangan-tantangan yang dilalui  pada dasarnya akan memberikan suatu “rasa” tersendiri dalam bergelut di Lembaga Kemahasiswaan. Menuju suatu Lembaga Kemahasiswaan yang berwibawa dan paripurna dimata mahasiswa adalah suatu tugas berat bagi para pengurus yang masih loyal. Jadi, tugas pokok yang perlu kita emban adalah mendinamisasi Lembaga Kemahasiswaan itu sendiri, menciptakan kondisi yang kondusif untuk kebebasan berekspresi dan beraktualisasi serta mendorong partisipasi aktif  para mahasiswa dalam mengurus Lembaga  Kemahasiswaan yang merupakan miliknya yang sah.
2.6.  Agenda Masa Depan Himapem
Oleh beberapa pengamat mengatakan bahwa aktifitas mahasiswa dewasa ini berorientasi pada buku, pesta dan cinta. Demikian Ashadi Siregar memberikan ilusrasinya. Sedangkan pengamat lain mengatakan bahwa mahasiswa dewasa ini sibuk mengurusi dirinya sendiri dan masa depan kariernya yang akan membawanya menuju ke kehidupan yang makmur. Lembaga-lembaga kemahasiswaan kehilangan daya tarik,  mahasiswa lebih milih kursus-kursus kompuer dan bahasa inggris.
Prof. Anwar Arifin (1995) mengatakan bahwa salah satu penyebab mahasiswa kurang diperhitungkan dalam politik dan kehidupan masyarakat Indonesia dewasa ini karena antara lain dilihat dari sudut kuantitaas, jumlah pemuda yang bersatus mahasiswa demikian banyaknya sehingga posisinya tidak lagi menempati posisi elit dibandingkan dengan kuantitas mahasiswa angkatan ’60-an.
Namun demikian gerak perjuangan mahasiswa Indonesia dalam merespon bentuk-bentuk penindasan yang berlangsung tetap diperhintungkan, meskipun gerakannya cenderung parsial dan insidental serta terkesan sporadis. Kondisi sosial ekonomi yang berbeda dalam setiap dasawarsa akan turut pula mempengaruhi pola gerakan kemehasiswaan. Seperti dewasa ini, era globalisasi yang menuntut profesonalisme diberbagai bidang akan cenderung mempengaruhi gerak aktifitas kemahasiswaan.
Kader yang akan dihasilkan HIMAPEM sebagai salah satu komponen  dan aset bangsa nantinya akan menjadi sumberdaya manusia yang handal dan mampu bersaing dengan mahasiswa lain di era globalisasi, perlu dirumuskan semacam trend tersendiri yang akan menjadi acuan dalam pola aktifitas mahasiswa Ilmu Pemerintahan selanjutnya. Bukan berarti bahwa trend mahasiswa turun ke jalan (demonstrasi) sudah saatnya ditinggalkan, namun sinkronisasi aktifitas dengan tuntutan zaman dapat diselaraskan.
















BAB III 
PENUTUP
3.1.        Kesimpulan
Selaku Bakal Calon Presiden dan Wakil Presiden HIMAPEM Periode 2010-2011 Isgunandar-Ashar Prawitno menilai modal dan strategi dasar yang harus dimiliki kader HIMAPEM ke depannya yang ingin menjadi aktifis pergerakan dapat digambarkan sebagai berikut:
  • Jaga prestasi akademik, tugas utama mahasiswa adalah belajar, karena kedudukan di kampus membawa implikasi bahwa mahasiswa adalah seorang akademisi, pemikir, bergerak secara logis dan terukur. Kualitas intelektual kita terukur lewat nilai-nilai dari mata kuliah yang kita ikuti. Ingat bahwa teriakan berantas kebodohan, menggelikan ketika keluar dari mulut mahasiswa yang bodoh!
  • Madzab, pemikiran dan strategi pergerakan mahasiswa juga harus dikuasai. Ini bisa dilakukan dengan banyak membaca sejarah pergerakan mahasiswa di berbagai negara lain, membaca biografi tokoh pergerakan mahasiswa dimanapun berada, dan tentu saja yang sangat urgent adalah sejarah dan benang merah pergerakan mahasiswa di Indonesia. Jangan sampai mahasiswa mengulang kesalahan yang dilakukan mahasiswa di era sebelumnya.
  • Benih-benih entrepreneurship harus dipupuk sejak masa mahasiswa. Mahasiswa harus berusaha mengatasi masalah finansial, karena kita harus memberikan teladan dan success story kepada masyarakat berhubungan dengan kemandirian finansial. Ingat, mahasiswa pemalas yang tidak bebas dari penyakit finansial, absurd ketika berteriak bebaskan rakyat dari kemiskinan. Kemandirian organisasi dan personelnya dari “sumbangan” pihak lain yang punya kepentingan, membuat independensi organisasi mahasiswa terjaga. Membuat teriakan kita tetap lantang kepada siapapun tanpa pandang bulu.
  • Konsistensi perjuangan adalah kekuatan karakter aktifis mahasiswa. Pahami hakekat dari kritik-kritik yang kita lakukan. Logikanya mahasiswa koruptor jam kuliah, tidak pantas berteriak anti-korupsi. Think globally, but act locally.
  • Public speaking dan leadership, faktor penting dalam mempengaruhi orang, karena tidak mungkin mahasiswa dengan leadership dan public speaking yang buruk mengkritik kepemimpinan nasional
  • Opini lewat tulisan adalah faktor penting dalam teknik mempengaruhi ala mahasiswa. Kualitas pikir seseorang diukur dari kualitas tulisan yang dihasilkan. Pergerakan mahasiswa tak akan lepas dari masalah intelektualitas, daya pikir, daya kreatif dan perilaku berbasis otak yang lain.
Selain dari pada 6 point diatas yang mesti dilakukan oleh kader HIMAPEM, untuk mengantarkan HIMAPEM menuju ke gerbang Lembaga Kemahasiswaan yang berwibawa dan paripurna dilakukan dengan dua gerakan:
Pertama, Melalui gerakan aksi turun ke jalan. Bentuk gerakan ini, mulai dari demonstrasi, mimbar bebas, sampai pada aksi berbaris massal mendatangi sejumlah intansi yang diperkirakan dapat menyelesaikan persolan yang dikeluhkan oleh kaum pelajar. kritik-kritik dalam bingkai aksi turun kejalan sudah terasa mandul, sehingga perlu ada gerakan-gerakan di luar itu guna menyuarakan aspirasi masyarakat. Nyatanya, tradisi turun ke jalan kerapkali menjadi pemandangan yang sering kita jumpai di berbagai media, baik media elektronik maupun cetak. Alih-alih rasa perjuangan tanpa pamrih, kesadaran kolektifitas, tetesan darah dan air mata pun menajdi melekat dijiwa generasi bangsa.
Kedua, Gerakan Intelektual. Gerakan ini biasanya dilakukan oleh generasi muda melalui berbagai kajian, diskusi, talk sow, seminar sehari dan pertemuan ilmiah, baik di dalam maupun luar kampus. Namun, kegiatan itu, dinilai oleh sebagian mahasiswa merupakan gerakan lamban dan tak begitu membuahkan hasil yang memuaskan.
Menuju suatu Lembaga Kemahasiswaan yang berwibawa dan paripurna di mata mahasiswa adalah suatu tugas berat bagi para pengurus yang masih loyal. Jadi, tugas pokok yang perlu kita emban adalah mendinamisasi Lembaga Kemahasiswaan itu sendiri, menciptakan kondisi yang kondusif untuk kebebasan berekspresi dan beraktualisasi serta mendorong partisipasi aktif  para mahasiswa dalam mengurus Lembaga  Kemahasiswaan yang merupakan miliknya yang sah.

3.2.    Saran
Segala perubahan-perubahan yang terjadi memang tidak sepantasnya mahasiswa berdiam diri membiarkan keserakahan, penindasan dan kejahatan politik lainnya kita biarkan. Olehnya itu, yang perlu dilakukan adalah bagaimana menciptakan HIMAPEM yang responsif dan mampu menampung aspirasi demi terciptanya suatu transformasi kultural yang kondusif dalam berlembaga. Terakhir, ada dua kata kunci yang perlu diingat dalam melakukan perubahan ini, yang pertama adalah pembinaan (pengkaderan) sehingga akan memberikan pemahaman dan motivasi yang langgeng. Dan yang kedua adalah kerja keras dengan beramal, karena Allah SWT hanya menilai amal dan usaha kita bukan hasil dari usaha kita.













DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Yozar, Sebuah Catatan Harian Mahasiswa, Jakarta: PT Djaya Pirusa, 1981.
B. Putra, Muslimin, 2000, Mahasiswa, Reformasi dan Politik, Makassar: Penerbit Hasanuddin University Press
Buku Varia Otonomi 2007
Davis, Keith, 1992, Perilaku Dalam Organisasi, Jakarta: Penerbit Erlangga
Indrawijaya, Adam, 1989, Perilaku Organisasi, Bandung: Penerbit Sinar Baru
Konsep Pengkaderan HIMAPEM 2007
Surbakti, Ramlan, 1992, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
Sanit, Arbi, Pergolakan Melawan Kekuasaan Gerakan Mahasiswa Antara Aksi Moral dan Politik, 1999
Uhlin, Andreas, 1997, Oposisi Berserak, Bandung: Penerbit Mizan